TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa data Bank Dunia yang menyebut 60,3 persen penduduk Indonesia tergolong miskin sebaiknya dianggap sebagai rujukan saja, bukan sebagai tolok ukur utama.
"Mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Oleh karena itu, bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, melainkan itu hanya sebagai referensi saja," ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dikutip dari Antara, Rabu, 29 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Amalia, angka tersebut dihitung berdasarkan standar kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah ke atas, yakni US$6,85 per kapita per hari menggunakan paritas daya beli (PPP) 2017. Karena mengacu pada PPP tahun 2017, nilai tersebut tidak bisa langsung dikonversi dengan kurs rupiah saat ini.
BPS juga menegaskan bahwa garis kemiskinan internasional yang digunakan Bank Dunia tidak harus diterapkan secara seragam di seluruh negara. Setiap negara dianjurkan untuk memiliki garis kemiskinan nasional yang sesuai dengan situasi sosial dan ekonomi masing-masing.
Kriteria Golongan Miskin Versi Bank Dunia
Dilansir dar laman resmi World Bank, setiap negara memiliki definisi dan metode yang berbeda dalam mengukur kemiskinan. Garis kemiskinan nasional umumnya ditetapkan sebagai batas pendapatan minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan ditentukan berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi masing-masing negara.
Batas ini tidak hanya bervariasi antarnegara, tetapi juga dapat berubah seiring waktu mengikuti perkembangan ekonomi. Negara-negara dengan pendapatan lebih tinggi cenderung memiliki garis kemiskinan yang lebih tinggi dibanding negara yang lebih miskin.
Untuk memfasilitasi perbandingan tingkat kemiskinan secara global, digunakan ambang batas yang mencerminkan tingkat kehidupan riil yang setara di berbagai negara. Salah satu ambang batas yang paling dikenal adalah garis kemiskinan ekstrem sebesar US$2,15 per hari, yang mencerminkan garis kemiskinan di negara-negara paling miskin.
Sebagai tambahan, Bank Dunia juga menggunakan ambang US$3,65 per hari untuk negara berpendapatan menengah ke bawah dan US$6,85 per hari untuk negara berpendapatan menengah ke atas.
Pengukuran kemiskinan menggunakan garis kemiskinan internasional sebesar US$2,15 per hari berfungsi sebagai acuan untuk memantau kemajuan pencapaian target Bank Dunia, yaitu menurunkan proporsi penduduk yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem menjadi di bawah 3 persen pada tahun 2030.
Dalam menilai tingkat ketimpangan, digunakan pendekatan dari Bank Dunia yang didasarkan pada proporsi pengeluaran dari 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah. Bank Dunia menetapkan tiga kategori untuk mengukur tingkat ketimpangan sebagai berikut:
- Ketimpangan dianggap tinggi jika kelompok 40 persen terbawah hanya menyumbang kurang dari 12 persen total pengeluaran.
- Jika kontribusi pengeluaran kelompok tersebut berada antara 12 hingga 17 persen, maka tingkat ketimpangan dikategorikan sedang atau moderat.
- Sementara itu, ketimpangan dianggap rendah jika kelompok ini menyumbang lebih dari 17 persen terhadap total pengeluaran.