8000hoki.com Platform web Slot Gacor Myanmar Terbaik Pasti Win Terus
hokikilat.com Data ID server Slot Maxwin Malaysia Terbaru Sering Win Non Stop
1000 Hoki Online List Situs situs Slot Maxwin Vietnam Terkini Mudah Win Full Terus
5000hoki.com Agen website Slot Maxwin Terpercaya Pasti Lancar Scatter Setiap Hari
7000 hoki Data Akun web Slots Maxwin Philippines Terpercaya Sering Menang Full Non Stop
9000 hoki Situs web Slot Maxwin Thailand Terpercaya Mudah Lancar Scatter Non Stop
Daftar game Slots Maxwin server Malaysia Terkini Mudah Win Terus
Idagent138 login Akun Slot Gacor Terpercaya
Luckygaming138 Id Slot Anti Rungkad Online
Adugaming Daftar Id Slot Game Terpercaya
kiss69 Daftar Id Slot Gacor
Agent188 Slot Maxwin Terpercaya
Moto128 login Slot Terbaik
Betplay138 login Slot Terbaik
Letsbet77 Akun Slot Maxwin
Portbet88 Daftar Akun Slot Anti Rungkad Terpercaya
Jfgaming168 Daftar Slot Gacor Terpercaya
Mg138 login Slot Maxwin
Adagaming168 login Akun Slot Anti Rungkat Terpercaya
Kingbet189 login Id Slot Anti Rungkat
Summer138 Daftar Akun Slot Gacor Terpercaya
Evorabid77 Daftar Akun Slot Gacor Online
bancibet login Akun Slot
adagaming168 login Id Slot Gacor
nilaijual Akun Slot Anti Rungkat
sukahoki Daftar Id Slot Gacor Online
hokiforex login Slot Game Online
valasindo Daftar Id Slot
sukasukaan Daftar Akun Slot
TEMPO.CO, Jakarta - Saksi ahli forensik dari RSUD Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Mia Yulia Fitrianti mengungkapkan cara yang dilakukan anggota TNI AL, Kelasi Satu Jumran, saat membunuh jurnalis Juwita.
“Penyebab fatal korban hingga meninggal adalah adanya tekanan (diduga pitingan) dengan tenaga kuat yang menyebabkan korban meninggal dalam waktu singkat,” kata Mia kepada majelis hakim di Ruang Sidang Antasari Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Senin, 19 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tekanan pada bagian leher Juwita itu dilakukan secara lembut, namun dengan tekanan tenaga yang sangat kuat. Menurutnya, pitingan itu dalam dua menit dapat menyebabkan aliran darah dan pernapasan seseorang berhenti.
“Korban mengalami tekanan di bagian pembuluh darah. Darah yang harusnya diantar ke atas (otak) tapi berhenti akibat tekanan kuat di leher. Sehingga terdapat luka berwarna ungu di bagian leher karena pembuluh darah pecah,” ujarnya.
Mia mengatakan jika tekanan di bagian leher itu dialami oleh atlet renang, kemungkinan bisa bertahan di atas lima menit baru meninggal, tapi dalam hal ini korban bukan atlet maka hanya butuh waktu sekitar dua menit dapat menyebabkan korban meninggal.
Menurut dia, tekanan yang dilakukan terdakwa terhadap korban sangat kuat, karena temuan autopsi terdapat resapan darah sampai ke tulang belakang kepala.
Mia mengungkapkan dari hasil autopsi, setelah membuka kulit leher jasad korban, tekanan darah dominan berada di kanan leher bagian depan, lalu tulang penyangga lidah kanan patah, serta kerongkongan patah.
Temuan luka di bagian leher korban itu, kata dia, tidak ada sama sekali dugaan jeratan tali di leher, namun sebuah tekanan kuat oleh benda tumpul (diduga menggunakan tangan), suatu tekanan yang halus namun dengan kekuatan besar.
Kemudian, tekanan darah yang diduga disebabkan karena dipiting itu, dikuatkan dengan cekikan di bagian leher menggunakan tangan, namun cekikan ini dilakukan terdakwa untuk memastikan bahwa korban benar-benar meninggal.
Lalu, dokter juga menemukan adanya tekanan kuku jari tangan di bagian leher korban, meski temuan membuktikan terdakwa mencekik korban, tapi temuan tekanan kuku jari itu lebih mengarah pada jenis kuku korban.
Mia tidak menjelaskan secara rinci apakah temuan tekanan kuku itu adalah rekayasa terdakwa meletakkan kuku korban di leher korban, atau korban sedang berusaha melepaskan cekikan terdakwa. Mia hanya menyebutkan tekanan kuku itu lebih cocok dengan kuku korban. “Kami pastikan bahwa luka yang dialami korban terjadi sebelum meninggal,” ungkapnya kepada majelis hakim.
Selain itu, dokter juga menemukan luka memar di bagian kepala, tapi tidak parah dan luka ini tidak berpengaruh besar hingga menyebabkan korban meninggal, jika melihat kondisi memar di kepala berdasarkan hasil autopsi. Tekanan bagian leher lebih dominan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
“Atas temuan dalam autopsi inilah kami berkoordinasi dengan penyidik, kira-kira apakah ada pelaku yang dicurigai merupakan olahragawan. Dan penyidik melaksanakan kewenangan dengan bantuan hasil autopsi,” ujar Mia.
Setelah memeriksa saksi ahli forensik, pengadilan kembali memeriksa dua saksi tambahan yang mengetahui terdakwa meninggalkan bukti kendaraan mobil usai menghabisi nyawa korban. Selanjutnya, majelis hakim mengagendakan sidang lanjutan pada Selasa, 20 Mei dalam agenda pemeriksaan terdakwa.
Pembunuhan jurnalis Juwita terjadi di Jalan Trans Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, dan jasadnya ditemukan warga tergeletak di tepi jalan bersama sepeda motor miliknya yang kemudian muncul dugaan menjadi korban kecelakaan tunggal
Juwita merupakan seorang jurnalis media dalam jaringan (daring) lokal di Banjarbaru dan telah mengantongi uji kompetensi wartawan (UKW) dengan kualifikasi wartawan muda.
Warga yang menemukan pertama kali justru tidak melihat tanda-tanda korban mengalami kecelakaan lalu lintas. Di bagian leher korban terdapat sejumlah luka lebam, dan kerabat korban juga menyebut ponsel milik Juwita tidak ditemukan di lokasi.