Randai Pincuran Tujuah Bawakan Naskah Adat Pulang Kabako

1 day ago 3

TEMPO.CO, Padang - Sepuluh orang dengan pakaian silat dan sarowa atau celana galembong dengan ikat pinggang dari kain, berjajar di atas panggung Gedung Manti Menuik, Ladang Tari Nan Jombang, Kota Padang Selasa 3 Juni 2025. Panggoreh atau pemberi aba-aba memulai pertunjukan Randai Grup Pincuran Tujuah di Festival TGL 3 dengan pukulan sarawa galembong.

Seperti lazimnya pertunjukan randai, pemain musik terlebih dahulu mengucapkan salam dengan syair atau dendang. Lalu anak randai yang tadi berjajar mulai membentuk lingkaran dengan sambil memukul sarawa galembong. Tepukan mereka menghasilkan bunyi puk, pak, puk, pak. Gerakan ini terus berlanjut hingga panggoreh memberi isyarat berhenti dengan tepukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian para pemain duduk melingkar yang berarti dialog akan dimulai. Pertunjukan yang berjudul Kakian Antah Kamari Bedo karya Yurmatias mengisahkan pasangan yang tidak direstui oleh bapak si laki-laki yang bernama Sutan Pamuncak. Sebab, sang bapak lebih setuju Sutan Pamuncak menikah dengan keponakannya.

Usai satu dialog, anak randai kembali bangkit dan menepuk kembali sarawa galembong sambil berjalan. Tepukan juga diiringi dengan suara hap, hep, ho dari mulut mereka dan suara suling. Gerakan ini terus diulang hingga pertunjukan usai. Sebelum pertunjukan berdurasi 40 menit itu ditutup, juga diwarnai dengan komedi dari aktor sehingga gelak tawa bergema di Gedung Manti Menuik. 

Para anak randai Grup Pincuran Tujuah sambil menepuk sarowa galembong membentuk lingkaran saat mementaskan naskah berjudul kakian antah kamari bedo di Festival TGL 3 Ladang tari Nan Jombang, 3 Juni 2025. Tempo/ Fachri Hamzah.

Adat pulang kabako

Dalam Sinopsisnya Yurmatias yang biasa dipanggil Oyong menulis bahwa naskah ini bercerita tentang adat pulang kabako. Istilah itu mengacu kepada anak laki-laki yang menikah dengan keponakan bapaknya.

Ketika diwawancarai usai pertunjukan, Yurmatias mengatakan, alasan mengangkat kisah itu karena adat pulang kabako sifatnya sangat universal atau berlaku di seluruh daratan Minangkabau, sehingga para penonton dapat lebih mudah memahami alur ceritanya. “Ya sifatnya umum sehingga penonton mudah memahami alurnya,” kata pria kelahiran 1960 itu.

Sementara untuk adegan komedi dalam dialog sengaja dimasukkan Yurmatias, agar membuat semua kalangan tertarik menonton randai. “Kalau untuk komedi sengaja saya buat agar randai bisa ditonton oleh semua umur,” katanya.

Yurmatias juga menjelaskan, naskah ini dibuatnya pada 2015 lalu dan telah dipentaskan hampir di seluruh  Sumatera Barat. “Sudah 10 tahun naskah ini dipentaskan terus menerus. Mungkin malam ini Selasa 3 Juni 2025 akan menjadi pertunjukan terakhir dari naskah ini,” katanya.

Sedikit informasi, Randai merupakan, kesenian tradisional Minangkabau yang merupakan perpaduan antara seni musik, tari, lagu, drama, dan silat. Randai juga menggunakan suara dari para pemain sebagai bagian dari irama pertunjukan.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |