Putusan MK Soal Pilkada Barito Utara, Anggota DPR: Berikan Efek Jera

7 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK mendiskualifikasi semua kontestan pemilihan bupati Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah karena politik uang. Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan menilai putusan yang membatalkan hasil pemilihan kepala daerah atau Pilkada Barito Utara 2024 itu sebagai preseden baru.

Menurut Irawan, Putusan MK Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 tersebut merupakan suatu terobosan hukum. "Untuk memberikan efek jera kepada pelaku politik uang atau money politics," kata politikus Partai Golongan Karya itu melalui keterangan tertulis pada Kamis, 15 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Irawan menyebut selama ini MK cenderung memutus pelanggaran pemilihan umum melalui pendekatan kuantitatif dengan tolak ukur terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM. Namun, kata dia, MK juga melakukan penilaian atas kualitas atau bobot pelanggaran yang berdampak pada keterpilihan pasangan calon dalam kasus Barito Utara.

Irawan menilai putusan MK harus dianggap benar dan dijalankan. Meski begitu, dia memberi sejumlah catatan terhadap putusan tersebut.

Pertama, kata Irawan, seharusnya MK dalam memutus perkara tidak hanya mempertimbangkan kepentingan para pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa hasil. Namun, Irawan menilai MK seharusnya juga mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.

"Dalam hal ini pemerintah yang kembali harus mengeluarkan biaya untuk menyelenggarakan pemilihan dan kepentingan rakyat agar segera terbentuk pemerintahan definitif untuk melakukan pelayanan publik," ucap Irawan.

Kedua, Irawan menilai pembuktian kejahatan politik uang seharusnya dilakukan melalui proses pemidanaan. Jika hanya melalui pendekatan administrasi pemilu, Irawan berujar putusan tersebut terkesan prematur. "Dan merupakan bentuk prejudice institusi peradilan terhadap proses pemilu," kata dia.

Ketiga, Irawan juga menyoroti perintah MK agar pemilihan ulang bupati dan wakil bupati Barito Utara tetap menggunakan daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan dalam pilkada sebelumnya. Dia menilai ketentuan itu berpotensi melanggar hak konstitusional pemilih.

Sebab, kata dia, daftar pemilih seharusnya dimutakhirkan kembali sebelum penyelenggaraan pemilihan ulang. "Karena bisa saja ada yang meninggal dunia, ada warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, terdapat penduduk baru dan yang berpindah, dan sebagainya," ucap Irawan.

MK sebelumnya menjatuhkan sanksi diskualifikasi kepada seluruh kontestan di pilkada Barito Utara, Kalimantan Tengah. Terdapat dua pasangan calon yang berlaga di pilkada tersebut.

Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam sidang putusan Perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 memerintahkan agar dilaksanakan pemilihan suara ulang atau PSU pada pilkada Barito Utara. "Menyatakan diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1 dan 2 dari kepesertaan pilkada Barito Utara Tahun 2024," kata Suhartoyo di gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu, 14 Mei 2025.

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menjelaskan pertimbangan Mahkamah mendiskualifikasi seluruh kontestan di pilkada Barito Utara lantaran terbukti terjadi politik uang. Guntur mengatakan, Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian surat suara pemilih untuk memenangkan pasangan calon, baik nomor urut 1 atau nomor urut 2, dengan nilai sampai Rp 6,5 - Rp 16 juta untuk satu pemilih.

Ia menyebut, tindakan yang dilakukan kedua kontestan merusak demokrasi di Indonesia dan tidak dapat ditoleransi karena mencederai prinsip pemilihan umum sebagaimana Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. "Dengan demikian, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan diskualifikasi terhadap pasangan calon nomor urut 1 dan 2," kata Guntur.


Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |