Putri PM Kanada Jadi 'Korban' Konflik Harvard vs Pemerintah Trump

3 hours ago 2

CNN Indonesia

Minggu, 25 Mei 2025 23:45 WIB

Putri PM Kanada hingga Putri Mahkota Belgia terdampak seteru hukum Universitas Harvard dan pemerintah Trump. Putri PM Kanada hingga Putri Belgia terdampak konflik Harvard vs pemerintah Trump. Foto: AFP/JOSEPH PREZIOSO

Jakarta, CNN Indonesia --

Konflik hukum antara Universitas Harvard dan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berdampak pada sejumlah mahasiswa internasional.

Di antaranya adalah dua nama besar yakni Cleo Carney putri Perdana Menteri Kanada Mark Carney, dan Putri Mahkota Belgia, Elisabeth.

Cleo merupakan mahasiswa tahun pertama di program sarjana efisiensi sumber daya. Sedangkan Putri Elisabeth sedang menjalani program magister dua tahun di Harvard Kennedy School dan baru saja menyelesaikan tahun pertamanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, ia berada di Belgia sambil menunggu kepastian mengenai izin kembalinya ke AS.

"Kami sedang menelaah situasi ini untuk melihat dampak keputusan tersebut terhadap sang putri. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan," kata Kepala Komunikasi Istana Kerajaan Belgia, Xavier Baert, mengutip NDTV World.

Perseteruan ini berawal dari keputusan pemerintahan Trump untuk mencabut kelayakan Harvard dalam menerima mahasiswa internasional.

Harvard menanggapi dengan menggugat pemerintah AS, menyebut langkah tersebut sebagai pelanggaran terhadap Amandemen Pertama Konstitusi AS dan berdampak langsung serta menghancurkan bagi lebih dari 7.000 mahasiswa pemegang visa.

Dalam gugatannya, Harvard menyatakan bahwa kebijakan itu dapat memaksa mahasiswa internasional yang sudah terdaftar untuk pindah ke universitas lain di AS demi mempertahankan visa pelajar mereka. Lebih jauh lagi, universitas tersebut bisa kehilangan hak untuk menerima mahasiswa asing selama dua tahun.

Gugatan itu membuahkan hasil sementara. Seorang hakim AS memutuskan untuk memblokir kebijakan tersebut dan mengeluarkan perintah penahanan sementara (temporary restraining order) terhadap pemerintah. Namun, masa depan kebijakan ini masih belum sepenuhnya jelas.

Kebijakan tersebut muncul setelah Menteri Keamanan Dalam Negeri saat itu, Kristi Noem, mengajukan permintaan kepada Harvard pada 16 April lalu. Ia meminta data mahasiswa yang diduga terlibat dalam aksi protes, yang dapat berujung pada deportasi mereka.

Langkah ini menuai kecaman luas, termasuk dari kalangan akademisi dan pemerhati hak asasi manusia. Sementara itu, Harvard menyatakan komitmennya untuk mendukung komunitas mahasiswanya.

"Dengan satu keputusan pena, pemerintah berusaha menghapus seperempat populasi mahasiswa Harvard - para mahasiswa internasional yang secara signifikan berkontribusi terhadap universitas dan misinya," tulis pihak universitas dalam pernyataan resmi.

(tst/dna)

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |