Penelitian Ungkap Penyebab Beberapa Makhluk Purba Tidak Menjadi Fosil

15 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Tidak semua hewan yang hidup di masa lampau meninggalkan jejak dalam bentuk fosil. Penelitian terbaru dari Universitas Lausanne (UNIL), Swiss, mengungkap bahwa faktor kimia tubuh dan ukuran hewan berperan besar dalam menentukan apakah sisa tubuh hewan akan menjadi fosil atau tidak.

Penelitian ini dipimpin oleh Nora Corthésy dan dilakukan bersama Farid Saleh, peneliti dari Swiss National Science Foundation Ambizione Fellow di UNIL. Mereka menemukan bahwa kandungan protein dalam bangkai hewan dapat memicu perubahan kadar oksigen di sekitarnya, yang pada akhirnya memengaruhi proses fosilisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini berarti bahwa, di alam, dua hewan yang terkubur berdampingan bisa mengalami nasib yang sangat berbeda sebagai fosil, hanya karena perbedaan ukuran atau kimia tubuh,” kata Corthésy, dikutip dari laporan Earth.com, Rabu, 7 Mei 2025.

“Salah satunya bisa lenyap sepenuhnya, sementara yang lain bisa diabadikan dalam batu,” ujar Saleh menambahkan. 

Dalam proses pembusukan, protein diketahui terurai lebih cepat daripada lemak. Reaksi ini menurunkan kadar oksigen secara cepat di sekitar bangkai, menciptakan kondisi ideal bagi bakteri anaerob untuk bekerja dan mempercepat penggantian jaringan tubuh dengan mineral seperti pirit atau kalsium fosfat. Mineral ini mampu mempertahankan detail halus dari organisme.

Hewan berukuran besar dan kaya protein memiliki peluang lebih tinggi untuk terfosilkan, karena lebih mudah menciptakan lingkungan kimia yang mendukung pelestarian. Sebaliknya, makhluk kecil dengan kadar protein rendah cenderung lenyap sepenuhnya dari catatan fosil.

Kondisi tersebut diyakini menjadi alasan mengapa catatan fosil dari ratusan juta tahun lalu lebih banyak menampilkan spesies seperti artropoda dibanding cacing.

Para peneliti juga menekankan bahwa fosilisasi tidak hanya bergantung pada tulang atau cangkang keras. Komposisi kimia jaringan lunak —khususnya kadar protein— turut menentukan peluang pelestarian. Seekor makhluk lunak yang kaya protein bahkan berpotensi lebih mudah menjadi fosil dibandingkan hewan yang keras namun miskin protein, tergantung pada reaksi kimia di sekitarnya.

Penelitian yang sudah dipublikasikan di jurnal Nature Communications ini juga mencatat bahwa dua hewan yang terkubur di lokasi dan waktu yang sama bisa meninggalkan jejak kimia berbeda di sedimen. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan dalam catatan fosil tidak selalu mencerminkan jumlah spesies yang ada, melainkan bisa jadi akibat dari kondisi kimia yang tidak mendukung fosilisasi.

Penemuan ini dinilai penting bagi dunia paleontologi, karena membantu para ilmuwan membedakan apakah ketiadaan fosil suatu spesies menunjukkan kepunahan sejati atau hanya karena tidak terawetkan. Tanpa pemahaman ini, peran beberapa hewan dalam ekosistem purba bisa diabaikan. 

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |