Nilai Rupiah Sentuh Rp 17 Ribu Per Dolar AS, Peneliti UII Soroti Penyebab dan Bahayanya

4 days ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen dan Peneliti Universitas Islam Indonesia (UII) Listya Endang Artiani menyoroti penyebab dan bahaya anjloknya nilai rupiah. Berdasarkan data e-Rate USD BCA, tercatat bahwa kurs jual Dolar pada 7 April 2025 pukul 07:10 WIB menembus angka Rp 16.950, tertinggi dalam rentang waktu yang tersedia. Kurs beli pun melonjak menjadi Rp 16.600, meningkat Rp 60 dari hari sebelumnya.

Dikutip dari Refinitiv, masih hari ini,Senin, 7 April 2025 pukul 10:43 , nilai tukar mata uang rupiah mencapai Rp17.261 per dolar AS dan tercatat menjadi posisi terendah sepanjang sejarah. Kemudian dikutip dari Wise, nilai tukar rupiah per dolar AS menjadi Rp 16.883 pukul 14.35.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Listya Endang mengatakan penurunan nilai tukar rupiah biasanya disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Secara eksternal, penguatan dolar AS akibat kenaikan suku bunga acuan The Fed (Federal Reserve) yang menjadi pemicu utama. 

“Investor global cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang seperti Indonesia untuk mencari imbal hasil lebih tinggi di aset berdenominasi Dolar,” kata Listya Endang kepada Tempo.co,  pada Senin, 7 April 2025.

Sementara itu dari sisi eksternal, data ekonomi seperti neraca perdagangan, cadangan devisa, dan stabilitas politik juga turut menjadi pengaruh. Ketika investor mencium potensi instabilitas atau pelemahan ekonomi, maka tekanan terhadap rupiah meningkat. Ia juga menyebut permintaan musiman terhadap dolar turut menjadi pendorong anjloknya nilai rupiah.

“Selain itu, permintaan musiman terhadap dolar, misalnya menjelang Lebaran atau pembayaran utang luar negeri korporasi, juga bisa mendorong volatilitas jangka pendek,” kata Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII ini.

Listya pun menguraikan bahaya dari anjloknya nilai rupiah jika tidak segera ditangani. Ia mengatakan volatilitas nilai tukar yang tinggi menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian.

“Pelaku usaha kesulitan menetapkan harga, investor menahan diri, dan beban utang luar negeri dalam dolar membengkak,” kata Listya.

Ia juga mengatakan jika pemerintah tidak segera menstabilkan ekspektasi pasar, bisa muncul efek domino yang berdampak pada inflasi dari barang impor, defisit neraca transaksi berjalan, hingga turunnya kepercayaan investor asing.

“Kondisi ini juga bisa memperburuk persepsi publik terhadap kebijakan moneter, terlebih bila tidak ada komunikasi yang baik dari Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan,” kata Listya.

Sebelumnya, nilai rupiah sempat menembus angka Rp 17.000 per dolar Amerika Serikat di pasar asing atau  non-deliverable forward (NDF) selama lebaran. Faktor global termasuk pemberlakuan tarif impor AS dianggap jadi salah satu pemicunya.

Pada perdagangan Jumat, 4 April 2025, rupiah sempat menyentuh level Rp 17.006 per dolar AS. Analis Forex Ibrahim Assuabi mengatakan ada berapa data fundamental yang memengaruhi penguatan dolar. “Misal data ketenagakerjaan AS yang ternyata lebih baik dibanding ekspektasi sebelumnya,” katanya lewat pernyataan resmi dikutip Ahad, 6 April 2025.

Selain itu, menurut Ibrahim, penguatan dolar disebabkan testimoni Bank Sentral AS atau The Fed pada Jumat malam. The Fed mengisyaratkan penurunan suku bunga belum akan terjadi dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga saat ini disebut terlalu dini, khsusnya dalam kondisi ekonomi global sedang bermasalah dan inflasi yang masih tetap tinggi.

Penurunan suku bunga masih akan menunggu dampak dari perang dagang. Sehingga menurut Ibrahim, prediksi penurunan suku bunga sebanyak 3 kali atau 75 basis poin pada 2025 meleset. “Kemungkinan besar hanya tinggal  mimpi. Ini yang menyebabkan indeks dolar kembali mengalami penguatan signifikan,” kata dia.

Ilona Estherina turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |