TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Transmigrasi (Mentrans) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara menilai mempertahankan budaya bukan satu-satunya alasan warga Pulau Rempang menolak proyek Rempang Eco City hingga transmigrasi. Menurut dia, ada faktor lain yang jadi alasan penolakan warga.
“Budaya bukan satu-satunya. Banyak juga yang alasan soal kompensasi, soal uang, soal ganti rugi. Bukan soal identitas, soal budaya,” kata Iftitah kepada Tempo, Kamis, 17 April 2025. “Banyak yang dengan senang hati melepaskan (tanah) asal kompensasi pas.”
Oleh karena itu, Iftitah bakal mengecek lebih lanjut di lapangan soal alasan penolakan warga terharap proyek tersebut. Pasalnya, menurut dia, ada banyak klaim sepihak dalam konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang akibat proyek Rempang Eco City.
Iftitah mengakui keberadaan warga asli yang telah menghuni Pulau Rempang sejak ratusan tahun lalu. Ia juga sepakat kampung-kampung tua itu harus dilindungi. “Dengan alasan budaya, alasan sejarah, saya sepakat,” ucapnya.
Akan tetapi, menurut dia, ada juga warga yang secara sporadis kemudian datang dan menghuni Pulau Rempang. Fenomena ini terjadi ketika akses ke Pulau Rempang semakin mudah usai adanya pembangunan Jembatan Batam-Rempang-Galang (Barelang). Orang-orang pendatang ini kemudian membangun rumah.
“Mereka menguasai lahan-lahan BP Batam. Itu yang harus dipisahkan,” tutur Iftitah. “Kalaupun ada investor masuk, ada rumah-rumah di tengah-tengah (kawasan investasi yang dibangun) kan tidak mungkin.”
Politikus Partai Demokrat itu berujar, pemerintah bakal melakukan penataan. Harapannya agar investasi masuk dan bisa memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Ia juga menyatakan penataan kawasan Rempang bakal dilakukan melalui proses yang komprehensif. Oleh karena itu, sampai saat ini ia belum menetapkan Pulau Rempang menjadi kawasan transmigrasi.
“Saya harus memahami sampai tingkat dasarnya,” kata lulusan terbaik Akademi Militer tahun 1999 itu. Ia enggan terburu-buru. “Masalah yang di bawah permukaan juga saya harus mengerti.”
Setelah berdialog dan merayakan Lebaran di Rempang pada 29-31 Maret 2025, Iftitah akan kembali ke Rempang besok Jumat, 18 April 2025. Salah satu agendanya adalah sensus penduduk. Ia bakal mendata pendapatan masyarakat, latar belakang pendidikan, asal kampung halaman, hingga tingkat penghidupan.
"Akan kami petakan," kata Iftitah. "Kami, Kementerian Transmigrasi, mau berbasis data dan science."
Adapun sejak proyek pengembangan Rempang Eco City ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) di era RI Joko Widodo, masyarakat Pulau Rempang menyatakan penolakan terhadap penggusuran maupun pergeseran. Warga yang sudah turun temurun mendiami Pulau Rempang tidak mau direlokasi. Penolakan ini kemudian dilanjutkan ketika Iftitah menawarkan program transmigrasi lokal sebagai jalan keluar.
Sementara itu, Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) membantah penolakan penggusuran itu dilatarbelakangi faktor ganti rugi yang tidak sesua. Miswadi, warga Kelurahan Sembulang sekaligus pengurus aliansi, mengatakan warga Rempang tidak buruh ganti rugi maupun ganti untung. Penolakan warga, kata dia, didasari rasa ingin mempertahankan kampung halaman peninggalan nenek moyang.
“Mereka tidak akan pernah meninggalkan kampung tempat lahir, walaupun meninggal, akan dikebumikan di kampung sendiri,” kata Miswadi kepada Tempo, Kamis, 17 April 2025.
Warga Pulau Rempang terdampak Rempang Eco City, tutur Miswadi, menyebut Menteri Iftitah salah besar dalam menilai sikap masyarakat. Pasalnya, warga Rempang telah sepakat bahwa identitas, ruang hidup, dan hubungan spiritual dengan tanah mereka tidak bisa dinilai dengan materi.
“Materi bukan uang, tapir uang hidup kami, identitas. Budaya itu yang sesungguhnya kami perjuangkan,” katanya.
Sebelumnya, Ishak, seorang warga Rempang sekaligus Koordinator Umum AMAR-GB sudah menyatakan bahwa warga Rempang tidak menolak adanya pembangunan. Namun dengan catatan, pembangunan tersebut bukan pembangunan yang merusak ruang lingkungan hidup masyarakat. Pernyataan ini disampaikan dalam forum audiensi dengan Menteri Iftitah di Kampung Pasir Merah, Pulau Rempang, pada Sabtu, 29 Maret 2025.
Kemudian alih-alih program transmigrasi, Ishak mendesak pemerintah memberi legalitas atas kampung-kampung tua di Pulau Rempang. Pasalnya, kampung-kampung tersebut sudah dihuni turun temurun sejak sebelum Indonesia berdiri.
Pilihan Editor: Alasan Mayoritas Warga Rempang Menolak Transmigrasi