Menguap Bisa Menular, Bagaimana Penjelasan Ilmiahnya?

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Pernahkah Anda menguap hanya karena melihat orang lain melakukannya? Fenomena ini dikenal sebagai "menguap menular" dan telah lama menarik perhatian para ilmuwan dan psikolog. Meskipun tampak sepele, kebiasaan meniru menguap ini sebenarnya menyimpan banyak misteri tentang bagaimana otak kita bekerja, terutama dalam hal empati, ikatan sosial, dan respons otomatis tubuh.

Menguap merupakan suatu refleks tak sadar yang ditandai dengan membuka mulut lebar dan menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan. Meskipun terdapat sejumlah teori yang mencoba menjelaskan alasan di balik perilaku ini, para peneliti belum menemukan kesimpulan yang pasti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Medical News Today, saat seseorang menguap, gendang telinga bisa mengalami peregangan dan mata mungkin tertutup rapat sehingga menyebabkan keluarnya air mata.

Bagi kebanyakan orang, menguap adalah respons otomatis yang umum terjadi. Biasanya, menguap dikaitkan dengan rasa lelah dan kerap muncul menjelang tidur atau setelah bangun. Selain itu, aktivitas monoton atau membosankan juga sering memicu seseorang untuk menguap, meskipun fenomena ini juga dapat terjadi dalam berbagai situasi lain.

Mengapa Menguap Bisa Menular?

Menguap adalah refleks alami yang tidak selalu mengikuti pola yang konsisten. Salah satu hal yang banyak disepakati adalah bahwa menguap cenderung bersifat menular—melihat seseorang menguap bisa membuat orang lain ikut menguap.

Studi juga mengungkap bahwa baik manusia maupun hewan lebih cenderung menguap sebagai reaksi terhadap menguapnya individu yang dekat atau akrab, dibandingkan dengan kenalan biasa maupun orang asing.

Fenomena ini masih menyimpan banyak teka-teki. Menguap yang terjadi secara tiba-tiba tanpa pemicu disebut sebagai menguap spontan. Sementara itu, jika seseorang menguap sebagai reaksi terhadap orang lain, itu dikategorikan sebagai menguap menular.

Dikutip dari Cleveland Clinic, sebuah studi pada 2011 menunjukkan bahwa baik menguap spontan maupun menular berkaitan dengan mekanisme tubuh dalam mengatur suhu otak. Karena itu, sejumlah peneliti berpendapat bahwa menguap menular bisa jadi disebabkan oleh faktor lingkungan bersama—misalnya, karena berada dalam ruangan dengan suhu yang sama, otak merespons dengan cara serupa.

Namun, muncul pertanyaan: apakah hanya dengan melihat atau mendengar orang lain menguap bisa membuat kita menguap juga?

Penelitian terbaru pada 2022 mencoba menyelidiki hubungan antara kedekatan sosial dan kecenderungan menguap. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun orang memang cenderung menguap saat melihat orang lain menguap, hal itu tampaknya tidak terkait dengan empati atau ikatan emosional.

Sebaliknya, respons ini mungkin merupakan bagian dari perilaku kolektif yang tersinkronisasi. Karena menguap bisa berfungsi sebagai sinyal untuk meningkatkan kewaspadaan, tubuh secara naluriah merespons orang lain yang menguap sebagai bentuk perlindungan diri.

Dilansir dari Live Science, riset terkini pada manusia menemukan bahwa hanya dengan melihat orang lain menguap dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengenali potensi bahaya, yang memperkuat teori bahwa menguap yang menular berperan dalam meningkatkan kewaspadaan kelompok.

Ada pula teori lain yang menyatakan bahwa menguap menular berkembang sebagai mekanisme untuk menjaga sinkronisasi dalam kelompok sosial. Menguap sering mengikuti ritme sirkadian alami dan biasanya menandai peralihan antara satu aktivitas ke aktivitas lain. Karena itu, ketika menguap menyebar di dalam kelompok, hal tersebut dapat membantu menyelaraskan pola perilaku dan aktivitas bersama, menurut Gallup.

Teori ini diperkuat oleh hasil studi terbaru terhadap singa Afrika liar (Panthera leo). Para peneliti memantau perilaku menguap dari 19 ekor singa dalam dua kelompok sosial dan menganalisis kaitannya dengan sinkronisasi motorik—yakni kesamaan perubahan perilaku antarindividu.

Hasilnya menunjukkan bahwa singa yang “tertular” menguap dari singa lain memiliki kemungkinan 11 kali lebih besar untuk meniru gerakan singa yang pertama menguap, dibandingkan dengan singa yang tidak tertular.

Meski demikian, tidak semua individu sama-sama mudah tertular menguap. Dalam studi terkontrol, hanya sekitar 40 persen hingga 60 persen partisipan yang ikut menguap setelah melihat video orang lain menguap.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |