TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah rudal balistik dari Yaman menghantam Bandara Internasional Ben Gurion, Israel, pada Minggu, 4 Mei 2025. Kelompok Houthi mengaku bertanggung jawab atas serangan yang melukai delapan orang tersebut.
Kelompok Houthi dikenal dengan sebutan Ansar Allah (pendukung Allah) dan merupakan kekuatan bersenjata yang berakar dari sekte Islam Syiah Zaidi di Yaman. Gerakan ini dibentuk pada akhir 1990-an oleh keluarga Houthi di wilayah utara Yaman sebagai bentuk kebangkitan keagamaan untuk mempertahankan identitas Zaidi—yang sebelumnya pernah memegang kekuasaan di negara tersebut. Seiring waktu, wilayah utara tempat mereka bermukim mengalami kemiskinan dan keterpinggiran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Houthi mulai menarik perhatian dunia sejak 2014 ketika melancarkan pemberontakan terhadap pemerintah Yaman. Aksi ini menyebabkan pemerintah resmi terpaksa mundur dan menimbulkan krisis kemanusiaan besar yang berkepanjangan. Sejak saat itu, kelompok ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah Yaman termasuk ibu kota Sanaa serta sejumlah wilayah barat dan utara yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi.
Kelompok Houthi yang berhasil merebut Sanaa memicu kekhawatiran kekhawatiran Arab Saudi. Arab Saudi kemudian membentuk dan memimpin koalisi militer yang didukung oleh negara-negara Barat pada Maret 2015 untuk mendukung pemerintahan Yaman yang sah.
Dalam perjalanannya, kelompok Houthi ini mendapat dukungan dari Iran dan terlibat dalam konflik berkepanjangan melawan koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi. Meskipun telah beberapa kali diupayakan pembicaraan damai, pertempuran terus berlanjut hingga kini.
Meski kerap dikaitkan dengan Iran, para pengamat menilai Houthi bukan sekadar perpanjangan tangan Teheran. Kelompok ini memiliki kekuatan akar rumput sendiri di Yaman, serta menjalankan kepentingan dan agenda politiknya secara mandiri.
Dicap teroris oleh Amerika Serikat
Keberadaan Kelompok Houthi ini tidak membuat Amerika Serikat senang. Pada Rabu, 22 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menetapkan kembali kelompok Houthi di Yaman sebagai organisasi teroris asing.
Cap sebagai kelompok teroris dari Negeri Abang Sam ini memberikan dampak yang serius bagi Yaman. Amerika Serikat memberikan sanksi ekonomi yang lebih keras dibandingkan pada masa pemerintahan Joe Biden. Sanksi yang lebih keras ini merupakan respon Trump atas serangkaian serangan yang dilakukan oleh Houthi terhadap pelayaran komersial di Laut Merah, serta terhadap kapal-kapal militer Amerika Serikat yang menjaga jalur maritim strategis.
"Aktivitas Houthi mengancam keamanan warga sipil dan personel Amerika di Timur Tengah, keselamatan mitra regional terdekat kami, dan stabilitas perdagangan maritim global," ujar Gedung Putih dalam pernyataannya.
Sebagian pihak mendukung keputusan tersebut dan menilai langkah ini sudah seharusnya diambil sejak lama. Namun sejumlah pakar mengingatkan kebijakan Trump bisa berdampak luas termasuk terhadap organisasi-organisasi kemanusiaan yang beroperasi di wilayah konflik dan berisiko dianggap sebagai pihak yang membantu Houthi.
Pemerintah AS menilai aktivitas kelompok Houthi bukan hanya membahayakan keselamatan warga sipil dan personel Amerika di kawasan Timur Tengah melainkan juga mengancam keamanan negara-negara sekutu di wilayah tersebut serta mengganggu stabilitas perdagangan global, khususnya di jalur pelayaran utama dunia.
Ida Rosdalina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Oman Umumkan Kesepakatan Gencatan Senjata AS-Houthi