Mengenal Gaza Freedom Flotilla, Upaya Penuh Risiko Menantang Blokade Israel

1 day ago 4

FREEDOM Flotilla Coalition (FFC) kembali melayarkan sebuah kapal untuk menantang blokade Israel atas Gaza. Misi kali ini membawa aktivis iklim asal Sweida, Greta Thunberg.

Pada Senin, 2 Juni 2025, Koalisi Freedom Flotilla (FFC), dikutip Anadolu, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "meluncurkan Madleen, sebuah kapal sipil yang kini berlayar menuju Gaza membawa bantuan kemanusiaan dan para pembela hak asasi manusia internasional sebagai bentuk perlawanan langsung atas blokade ilegal dan genosida Israel."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain Thunberg, kapal yang berangkat dari Catania, Sisilia, membawa 12 kru, termasuk aktor Liam Cunningham, anggota Parlemen Eropa Rima Hassan, dan pengacara keturunan Palestina-Amerika Huwaida Arraf. Kapal ini sarat dengan bantuan kemanusiaan seperti susu formula bayi, tepung, beras, popok, produk kebersihan wanita, peralatan desalinasi air, perlengkapan medis, kruk, dan kaki palsu untuk anak-anak-jumlah yang digambarkan sebagai jumlah yang terbatas namun simbolis oleh penyelenggara.

Dilansir Al Jazeera, misi ini mengikuti upaya sebelumnya pada awal Mei ketika kapal FFC lainnya, Conscience, diserang oleh pesawat tak berawak di perairan internasional dekat Malta. Serangan itu merusak bagian depan kapal dan dikaitkan oleh koalisi dengan Israel, yang belum menanggapi tuduhan ini. Thunberg telah merencanakan untuk berpartisipasi dalam pelayaran sebelumnya, tetapi tertunda karena insiden tersebut.

Thunberg menyatakan tekad yang kuat pada konferensi pers sebelum keberangkatan, menekankan pentingnya kegigihan meskipun ada risiko. Menurutnya, apa pun rintangan yang mengadang, setidaknya mereka mencoba. “Dan betapa pun berbahayanya misi ini, hal ini tidak seberbahaya kebisuan seluruh dunia dalam menghadapi genosida yang disiarkan secara langsung." Dia menjadi emosional selama sambutannya, menggarisbawahi urgensi krisis kemanusiaan di Gaza.

Misi Freedom Flotilla

FFC menggambarkan pelayaran ini bukan sebagai kegiatan amal, melainkan sebagai aksi langsung tanpa kekerasan untuk menghadapi apa yang mereka sebut sebagai pengepungan ilegal Israel dan kejahatan perang yang meningkat. Kelompok ini telah mengirim kapal ke Gaza selama lebih dari satu dekade untuk memprotes blokade dan mengirimkan bantuan.

Rima Hassan menyoroti bahwa misi ini bertujuan untuk menolak blokade, meningkatkan kesadaran global akan bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung, dan menanggapi serangan pesawat tak berawak terhadap kapal sebelumnya.

Israel melonggarkan sebagian blokadenya pada pertengahan Mei lalu setelah hampir tiga bulan, namun hanya mengizinkan sedikit bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi lainnya memperingatkan bahwa Gaza menghadapi ancaman kelaparan, dengan sekitar seperempat penduduknya menderita kelaparan parah, malnutrisi, dan penyakit-penyakit terkait.

Para aktivis mengantisipasi perjalanan tujuh hari ke Gaza, dilengkapi dengan pelacak langsung untuk mendokumentasikan rute mereka dan potensi gangguan. Misi ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendobrak pengepungan melalui laut dan darat, yang bertujuan untuk memberikan perhatian dan bantuan kepada dua juta warga Palestina yang hidup di bawah blokade.

Awal Freedom Flotilla

Menurut Middle East Eye, FFC didirikan pada 2010, setelah insiden mematikan di mana pasukan Israel menaiki kapal armada dan membunuh sepuluh aktivis. Misi tersebut, yang dikenal sebagai Mavi Marmara, diorganisir oleh Gerakan Gaza Merdeka dan Yayasan Bantuan Kemanusiaan IHH Turki.

Kapal tersebut berangkat dari Istanbul pada 22 Mei 2010, dengan tujuan untuk mendobrak blokade Israel. Kapal ini kemudian bergabung dengan lima kapal lain yang membawa bantuan dan sekitar 700 aktivis.

Pada 31 Mei 2010, ketika masih berada di perairan internasional di selatan Siprus, pasukan Israel menaiki kapal Mavi Marmara dengan menggunakan helikopter dan kapal cepat. Sembilan orang tewas di tempat, dan yang kesepuluh meninggal kemudian karena luka-luka. Penyerbuan tersebut menuai kecaman internasional.

Tahun-tahun Upaya Armada dan Intervensi Israel

Setelah tragedi 2010, FFC dibentuk untuk menyatukan dan mengkoordinasikan upaya-upaya global dalam menentang blokade. Pada 2011, koalisi ini merencanakan misi lain, "Freedom Flotilla II - Stay Human," yang dijadwalkan berangkat pada 5 Juli. Namun, sebagian besar kapal yang berpartisipasi dicegah meninggalkan pelabuhan.

Penyelenggara menuduh Israel menyabotase dua kapal di Turki dan Yunani, sementara pihak berwenang Yunani memblokir sebuah kapal yang diorganisir oleh Irlandia agar tidak berangkat, dengan alasan keamanan. Hanya kapal Prancis Dignite al-Karama yang berhasil mendekati Gaza sebelum dicegat oleh pasukan Israel.

Pada 2015, Freedom Flotilla III berangkat dari Swedia pada 10 Mei. Sekitar enam minggu kemudian, pihak berwenang Israel mencegat armada tersebut di perairan internasional. Kapal utama, Marianne, dipaksa berlabuh di Ashdod, Israel, sementara kapal-kapal lainnya berbalik arah. Penumpang yang terkenal termasuk Basel Ghattas, anggota parlemen Israel asal Palestina, dan Moncef Marzouki, mantan presiden Tunisia.

Tahun berikutnya, FFC mengorganisir Perahu Perempuan ke Gaza, yang diawaki sepenuhnya oleh perempuan. Berangkat dari Barcelona pada 14 September 2016, kapal tersebut disita oleh pasukan Israel dua minggu kemudian. Para awak kapal, yang terdiri dari jurnalis, aktor, politisi, dan bahkan seorang peraih Nobel, ditahan dan kemudian dideportasi.

Pada Mei 2017, misi armada lain yang mendukung para nelayan Gaza dilaporkan diserang oleh pesawat tak berawak Israel di dekat Malta. Tahun berikutnya, pasukan Israel mencegat kapal nelayan berbendera Norwegia, al-Awda, menangkap 22 orang di dalamnya dan membawa mereka ke Ashdod.

Kapal yang dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC) ini diserang di dekat Malta pada Jumat dini hari, 2 Mei 2025. Serangan itu menyebabkan kebakaran dan membuat kapal berisiko tenggelam. Di dalam kapal terdapat 30 orang yang mewakili 21 negara, yang semuanya dilaporkan selamat setelah insiden tersebut.

Pelayaran kali ini pun tampaknya akan menghadapi tantangan yang sama. Israel telah bertekad untuk memblokir misi tersebut. Radio Angkatan Darat Israel mengatakan bahwa angkatan laut sedang mempersiapkan kedatangan kapal layar Gaza Flotilla, Madleen.”

Israel telah memblokade Gaza selama 18 tahun. Mereka membatasi akses darat, laut, dan udara serta menolak hak-hak dasar warga Palestina seperti kesehatan, keamanan, dan kebebasan bergerak.

Koalisi ini terdiri dari organisasi-organisasi dari berbagai negara, termasuk Kanada, Italia, Malaysia, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, Amerika Serikat, Irlandia, Brasil, Australia, dan Prancis. Koalisi ini beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip perlawanan damai.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |