Mengapa Tuntutan Pemakzulan Gibran Sulit Terlaksana?

1 day ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - WARKAT bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani. Salah satu isinya, menuntut pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden.

Anggota FPP TNI Mayor Jenderal (Purn) Soenarko mengatakan, tuntutan pemakzulan Gibran merupakan aspirasi yang tidak hanya berasal dari FPP TNI, namun juga masyarakat sipil. Alasannya, Gibran dinilai tak laik menjadi seorang Wakil Presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dia melakukan pelanggaran dalam proses pencalonan," kata Soenarko melalui pesan singkat, Rabu, 4 Juni 2025.

Pelanggaran yang dimaksud Soenarko, ialah Gibran berhasil menjadi calon wakil presiden meski saat itu usianya tidak memenuhi syarat minimal yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pemilu.

Menurut dia, apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi dalam gugatan uji materi Pasal 169 huruf q, sarat akan konflik kepentingan. Sebab, paman Gibran, yaitu Anwar Usman turut terlbat dalam proses putusan tersebut.

"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi jadi bukti kalau ada pelanggaran dalam putusan Gibran," ujar mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

Putusan Mahkamah pada perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan gugatan seorang mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaqibbiru. Putusan itu, tidak lagi mewajibkan calon wakil presiden berusia minimal 40 tahun, tapi cukup memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Walhasil, Gibran melenggang karena putusan itu.

Kendati begitu, putusan Mahkamah terhadap perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tercoreng dengan dicopotnya Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Anwar terbukti melanggar etik dalam putusan tersebut.

Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai mantan Wali Kota Solo itu masih minim kapasitas dan pengalaman untuk menjabat sebagai RI 2. "Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini," kata Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio, mengutip isi surat tersebut.

Dugaan keterkaitan Gibran dalam akun Kaskus bernama Fufufafa juga dimasukkan dalam argumentasi hukum para pensiunan tentara tersebut. Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menyinggung dugaan korupsi yang menyeret Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep yang dilaporkan oleh Ubedilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2022 silam.

"Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR segera memproses pemazkulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka," ujarnya.

Adapun Istana telah menanggapi tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut. Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto mengatakan, Prabowo telah memahami delapan tuntutan para pensiunan tentara tersebut.

Namun, kata dia, Prabowo tak bisa merespons tuntutan itu karena di luar kekuasaannya sebagai presiden. Hal itu, ujar Wiranto, karena Indonesia menganut sistem Trias Politika, yang memisahkan lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif.

Dalam keterangan sebelumnya, Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan Prabowo dan Gibran merupakan satu paket pasangan yang telah dipilih lewat Pilpres 2024. Dia berujar, Prabowo dan Gibran telah dilantik karena unggul dari dua pesaingnya, sehingga kemenangan tersebut sah secara konstitusional.

"Pada 20 Oktober 2024, atas keputusan tersebut kami mengadakan proses pelantikan. Itu adalah prosesi pelantikan presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 14 Februari 2024. Jadi Prabowo adalah presiden yang sah, Gibran adalah wakil presiden yang sah," kata Muzani pada Jumat, 25 April 2025.

Peneliti Politik dari Populi Center Usep Saepul Ahyar mengatakan, tuntutan FPP TNI untuk memakzulkan Gibran melalui jalur politik di DPR, memang tepat secara mekanisme.

Namun, kata dia, upaya tersebut akan menemukan banyak kendala dalam prosesnya. Sebab, selain prosesnya yang panjang, sikap politik DPR akan amat menentukan bagaimana tindaklanjut tuntutan ini.

"Yang jadi persoalan utama, fraksi partai di DPR adalah mayoritas partai pendukung Gibran," kata Usep.

Dengan komposisi fraksi partai pendukung Gibran, dia melanjutkan, akan amat sulit bagi FPP TNI mewujudkan 8 tuntutannya terkabulkan. Ia menilai, aspirasi ini berpotensi mentah sebelum sampai ke rapat pimpinan.

Alasannya, PDIP yang dianggap sebagai partai din luar koalisi pemerintah, berpotensi besar tak menindaklanjuti setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri beberapa kali bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.

"Legislator PDIP di DPR, sampai saat ini saya lihat belum ada yang pro dengan tuntutan ini," ujar Usep.

Adapun, Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta agar isu pemakzulan Gibran dikesampingkan terlebih dahulu lantaran dinilai tak memiliki kepentingan mendesak. Menurut dia, kondisi objektif yang semestinya dihadapi adalah terkait tantangan politik ke depan, bukan soal pemakzulan.

"Hemat saya, kalau disampaikan DPR sudah menerima suratnya, itu tidak ujug-ujug diproses," kata Said di komplek Parlemen, Jakarta pada Rabu, 4 Juni 2025.

Dihubungi terpisah, Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Yance Arizona mengatakan, dalil yang disampaikan FPP TNI untuk menuntut pemakzulan Gibran belum cukup kuat secara hukum untuk ditindaklanjuti.

Ia juga menyinggung mayoritas fraksi di DPR yang merupakan koalisi pemerintah. Menurut dia, akan amat sulit tuntutan ini dibahas oleh DPR, mengingat para partai inilah yang mencalonkan dan membantu pemenangan Gibran di pemilihan presiden lalu.

"Kemungkinan akan seperti hak angket di pemilihan presiden lalu," ujar Yance.

Setelah pemilihan presiden rampung, beberapa fraksi partai di DPR memang sempat menggaungkan diusulkannya hak angket guna menyelidiki dugaan penyelenggaraan pemilu yang berat sebelah.

Partai tersebut adalah PDIP, PKB, NasDem, dan PKS. Akan tetapi, isu menggulirkan hak angket tak terlaksana. Bahkan, beberapa partai menyatakan bergabung dengan koalisi pemerintah.

Hingga saat ini, hanya PDIP yang belum menyatakan sikap politik, apakah akan mendukung pemerintah atau menjadi anjing penjaga.

Menurut Usep Saepul Ahyar, pertemuan Megawati dengan Prabowo akan berkontribusi besar dalam membawa sikap politik PDIP.

"Belum menyatakan sikap bukan berarti mendukung tuntutan pemakzulan Gibran," kata dia.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |