TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung tengah mendalami dugaan keterlibatan tiga mantan staf khusus Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim terkait dengan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan pihaknya sedang memastikan apakah ketiganya mendapat perintah dari pihak lain dalam upaya meloloskan pengadaan ribuan unit laptop itu. "Akan digali apakah itu bagian dari tugas mereka, lalu siapa yang memberi perintah," kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut Harli, ketiga staf khusus itu berperan dalam menyusun analisis yang kemudian menjadi dasar pengadaan ribuan unit laptop berbasis sistem operasi Chromebook tersebut. Sampai saat ini, penyidik telah memeriksa 28 orang saksi dan melakukan penggeledahan di apartemen masing-masing mantan staf khusus Nadiem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Harli menambahkan bahwa pihaknya belum memeriksa atau menggeledah mantan Menteri Nadiem Makarim. Namun ia tidak menutup kemungkinan pemanggilan akan dilakukan jika bukti yang dikumpulkan mengarah kepadanya. “Kalau memang itu dibutuhkan untuk menjelaskan lebih terang dari tindak pidana ini, penyidik akan melakukan pemanggilan itu,” ucap Harli.
Saat Nadiem Makarim Luncurkan Program Laptop Chromebook
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggelontorkan anggaran besar untuk pengadaan alat-alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) guna mengakselerasi program digitalisasi sekolah atau digitalisasi pendidikan. Dilansir dari Antara, pada 21 Juli 2021, Menteri Nadiem Makarim mengatakan program digitalisasi sekolah akan menggunakan produk dalam negeri. Dia lalu mengeluarkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 5 Tahun 2021, yang mengatur bahwa laptop yang akan dibagikan ke seluruh sekolah di Indonesia menggunakan Chromebook sebagai sistem operasinya.
“Program digitalisasi di sekolah ini dimulai dari jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA. Nantinya, kita akan mengirimkan sebanyak 190.000 laptop pada 12.000 sekolah dengan anggaran Rp1,3 triliun. Sebanyak 100 persen anggaran itu akan dibelanjakan untuk laptop produk dalam negeri (PDN) dengan sertifikat tingkat komponen dalam negeri. Tentunya, kami akan terus melakukan pembelajaran PDN pada tahun berikutnya,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta.
Ini artinya satu laptop seharga Rp 6,8 juta. Sebelumnya sempat beredar kabar bahwa chromebook yang disebut Laptop Merah Putih tersebut akan dibeli dengan harga Rp 10 juta per buah.
Kabar tersebut membuat banyak warganet ramai-ramai menyorot kebijakan Kemendikbud Ristek yang akan menyediakan laptop lokal itu. Sebagian besar warganet menyayangkan spesifikasi melekat pada Laptop Merah Putih berupa Chromebook dengan harddisk sebesar 32 GB tetapi harga fantastis, yakni senilai Rp 10 juta.
Nadiem waktu itu mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2,4 triliun untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) 2021 di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, yang akan digunakan untuk pembelian 240.000 laptop.
Chromebook dan laptop pada umumnya sulit dibedakan karena bentuk perangkatnya yang mirip dengan laptop biasa. Laptop dengan spesifikasi Chromebook dijalankan dengan sistem operasi buatan Google bernama Chrome OS. Laptop jenis ini cocok digunakan bagi seseorang yang sering menggunakan Google Chrome, Google Drive, Google Docs, Slides, Calendar, dan produk-produk Google lainnya.
Adapun penyidikan terkait pengadaan laptop Chromebook ini mencuat setelah Kejagung mengendus adanya dugaan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop tersebut. Harli mengungkapkan, sejumlah pihak diduga mengarahkan tim teknis agar menyusun kajian yang menyimpulkan kebutuhan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chrome. “Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome,” kata Harli.
Padahal, menurut dia, uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2019 oleh Pustekom Kemendikbudristek menunjukkan hasil yang tidak efektif. Tim teknis saat itu justru menyarankan penggunaan sistem operasi Windows. Namun kajian tersebut diganti dengan rekomendasi baru yang menyetujui pemakaian Chromebook.
Kejaksaan mencatat total anggaran pengadaan laptop itu mencapai Rp 9,982 triliun. Dana itu terdiri atas Rp 3,582 triliun yang bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp 6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Hammam Izzuddin, Jihan Ristiyanti, Yudono Yanuar dan Dewi Nurita berkontribusi dalam penulisan artikel ini