TEMPO.CO, Jakarta - Pegawai yang baru saja menikmati momen kebersamaan keluarga dalam libur Lebaran yang baru lalu menghadapi kenyataan bahwa tumpukan email, jadwal rapat online, dan tugas-tugas pekerjaan kembali menanti. Suasana yang sempat terasa hangat dan santai selama hari raya, perlahan berganti dengan ritme kerja yang tinggi.
"Perasaan postholiday blues atau semacam rasa kehilangan suasana liburan dapat muncul, menimbulkan perasaan stres, cemas, bahkan burnout," kata Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Imran Pambudi kepada Tempo melalui pesan tertulis, Selasa, 15 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tekanan itu, kata Imran, jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan bukan hanya kelelahan fisik, tapi juga mental. Dampaknya, bisa mengganggu keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.
Kesehatan mental pekerja, Imran menekankan, merupakan aspek fundamental bagi produktivitas, kualitas kerja, dan keberlanjutan organisasi. Studi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022 menunjukkan bahwa kesehatan mental yang buruk di tempat kerja dapat menurunkan produktivitas global hingga US$1 triliun per tahun.
"Di Indonesia, survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa tekanan kerja yang berlebihan berkontribusi pada 0,7 persen pegawai negeri sipil mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan," kata dia.
Karenanya, Imran menjelaskan, lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental memungkinkan para pekerja menjadi lebih produktif, kreatif, serta mampu menghadapi tantangan dengan lebih baik. Tak terkecuali untuk penggunaan rapat-rapat online atau work from anywhere (wfa) sekalipun. Imran menilai perlu program-program yang merangsang
kesejahteraan mental secara menyeluruh.
"Inilah yang semakin menekankan pentingnya penggunaan rapat online yang bijak agar tidak menimbulkan masalah kesehatan mental dan fisik," ujarnya.
Rapat Online: Sebuah Pedang Bermata Dua
Menurut Imran, rapat online yang mulai marak sejak masa Pandemi Covid-19 lima tahun lalu memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi kerja dengan memungkinkan kolaborasi tanpa harus menghabiskan waktu dan energi dalam perjalanan fisik. Tetapi, bila tidak diatur secara bijak, rapat online pun dapat menyebabkan kelelahan psikologis dan fisik.
Hasil penelitian Microsoft Teams 2021 menunjukkan bahwa pekerja yang terlibat dalam rapat online lebih dari 4 jam per hari berisiko tinggi mengalami stres digital, termasuk kelelahan mental, kesulitan fokus, dan kecemasan. Sedangkan penelitian dari Stanford Virtual Human Interaction Lab mengidentifikasi fenomena yang disebut 'zoom fatigue' yang kerap muncul akibat durasi rapat online yang panjang, kurangnya istirahat, dan intensitas komunikasi virtual yang tinggi. Gejala yang timbul meliputi kelelahan kognitif, ketegangan pada leher dan mata, serta gangguan tidur.
Selain dampak pada kesehatan mental, rapat online yang berlebihan juga membawa dampak fisik dan sosial. Berikut ini rincian dampak tersebut dan tips praktik baik dari Kementerian Kesehatan,
Dampak Rapat Online dan Komunikasi Virtual Berlebihan
1. Kesehatan Mata
Rapat online yang berlangsung terlalu lama dapat menyebabkan digital eye strain atau sindrom mata lelah. Gejala seperti mata kering, penglihatan kabur, dan sakit kepala sering dialami oleh pekerja yang terlalu banyak menatap layar. Studi dari American Optometric Association (AOA) menunjukkan bahwa pekerja yang menghabiskan lebih dari 2 jam terus menerus di depan layar lebih mungkin mengalami gangguan pada mata. Pencahayaan yang tidak memadai dan posisi duduk yang salah juga memperburuk masalah ini.
2. Kesehatan Telinga
Penggunaan perangkat audio seperti headset dalam waktu yang panjang selama rapat online dapat mempengaruhi kesehatan telinga. Paparan suara yang terus-menerus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, bahkan risiko gangguan pendengaran pada jangka panjang. Sebuah studi dari Journal of Audiology Research mencatat bahwa penggunaan headset dengan tingkat suara tinggi selama lebih dari 4 jam sehari meningkatkan risiko tinnitus (denging di telinga) yang bisa berakibat menurunnya pendengaran dan gangguan syaraf (vertigo dan migrain) pada pekerja.
3. Keharmonisan Rumah Tangga
Rapat online yang berlangsung terus-menerus juga dapat mengganggu kehidupan pribadi dan keharmonisan rumah tangga, terutama bagi pekerja yang bekerja dari rumah. Tidak
adanya batas yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi sering menyebabkan konflik dalam hubungan. Studi oleh Harvard Business Review pada tahun 2022 menemukan bahwa pekerja yang terlalu sering terlibat dalam aktivitas kerja virtual lebih mungkin mengalami ketegangan dengan pasangan atau keluarga mereka, karena kurangnya waktu untuk interaksi yang bermakna. Kebisingan rapat online juga dapat mengganggu anggota keluarga lain yang tinggal di rumah.
Praktik Baik dalam Penggunaan Rapat Online
1. Prioritaskan Efisiensi Agenda
Setiap rapat online harus memiliki agenda yang jelas dan tujuan konkret. Pastikan waktu yang dialokasikan cukup singkat agar peserta tetap fokus.
2. Berikan Waktu Jeda di Antara rapat
Jika beberapa rapat dijadwalkan dalam sehari, pastikan ada jeda istirahat di antaranya agar peserta dapat me-refresh pikiran mereka.
3. Gunakan Metode Alternatif untuk Komunikasi
Tidak semua pembahasan membutuhkan rapat. Gunakan email, obrolan grup, atau dokumen kolaboratif untuk mendiskusikan hal-hal yang tidak mendesak.
4. Optimalkan Teknologi Pendukung
Gunakan perangkat lunak yang intuitif dan mudah digunakan untuk meminimalkan stres teknis. Pastikan juga koneksi internet yang stabil untuk mengurangi gangguan selama rapat.
5. Berikan Pelatihan kepada Karyawan
Ajarkan keterampilan manajemen waktu dan teknik relaksasi untuk membantu karyawan menangani beban kerja yang berhubungan dengan rapat online.
6. Batasi Durasi Rapat secara Ketat
Terapkan kebijakan batas maksimal durasi rapat, misalnya maksimum 30 menit untuk rapat biasa dan maksimum 60 menit untuk rapat strategis.
7. Hormati Waktu Pribadi Karyawan
Hindari menjadwalkan rapat di luar jam kerja kecuali dalam situasi mendesak. Berikan ruang bagi karyawan untuk fokus pada keluarga dan kesejahteraan pribadi mereka.