Kapal Bantuan ke Gaza Minta Izin Perbaikan di Malta

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah LSM internasional yang kapalnya rusak akibat serangan drone atau pesawat tanpa awak saat hendak mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, mengatakan sedang berunding dengan Malta. Hal ini agar kapal mereka yang rusak diizinkan untuk memasuki perairan Malta agar dapat diperbaiki.

Seperti dilansir Anadolu pada Ahad, kapal Conscience yang dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition, telah menunggu sekitar 30 aktivis perdamaian dari seluruh dunia sebelum berlayar ke Gaza membawa makanan dan obat-obatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagian depan kapal rusak akibat dua drone tak dikenal di luar perairan teritorial Malta pada Jumat dini hari. Serangan itu mengakibatkan hilangnya daya listrik pada kapal.

Kapal tersebut berhasil diamankan pada dini hari setelah sebuah kapal tunda di dekatnya membantu memadamkan api.

Kapal itu tidak dalam bahaya tenggelam, kata Freedom Flotilla Coalition, tetapi mereka ingin memastikan bahwa kapal itu aman dari serangan lebih lanjut selama perbaikan.

Menurut laporan CNN yang mengutip data pelacakan penerbangan, sebuah pesawat militer Israel terlihat terbang di atas Malta beberapa jam sebelum serangan drone terhadap kapal tersebut terjadi.

Ismail Songur, Ketua Asosiasi Kebebasan dan Solidaritas Mavi Marmara sekaligus penumpang di kapal itu, mengatakan kepada Anadolu bahwa kapal milik Koalisi Freedom Flotilla tersebut berangkat dari Tunisia dan berencana menjemput para aktivis di Malta sebelum melanjutkan pelayaran menuju Gaza.

“Tujuan kami adalah untuk meningkatkan kesadaran di pelabuhan-pelabuhan Eropa, berkoordinasi dengan kapal lain, dan menekan Mesir agar membuka akses bantuan ke Gaza,” kata Songur pada Ahad.

Ia menjelaskan bahwa kapal saat ini berada 12 mil laut dari Malta, dan para relawan dari lebih dari 20 negara sedang menunggu untuk bergabung.

Para relawan tersebut terdiri dari jurnalis, dokter, dan pekerja kemanusiaan.

Songur mengatakan kapal diserang sekitar Jumat pukul 00.15 waktu setempat, dengan hentakan keras yang terasa seperti tabrakan.

“Saat kami bergegas ke geladak, kami melihat api besar. Saat itu juga, sebuah drone melintas di atas kami dan ledakan kedua terjadi,” katanya. “Api berkobar hampir selama empat jam. Kapal nyaris tenggelam.”

Ia menambahkan bahwa komunikasi langsung terputus tak lama setelah insiden. Meski ada sistem cadangan, akses internet terblokir, dan panggilan darurat lewat radio konon ditimpa oleh sinyal palsu yang mengklaim tidak ada bantuan yang dibutuhkan.

Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam kedatangan tim penyelamat, kata Songur. Tim baru tiba beberapa jam kemudian.

Kini, tim sedang mengumpulkan serpihan dari geladak kapal yang diyakini merupakan sisa bahan peledak.

“Kami sedang menyiapkan bukti ini untuk diajukan ke pengadilan internasional,” katanya, seraya menambahkan bahwa ruang mesin mengalami kerusakan serius dan air telah merembes ke dalam tangki bahan bakar.

Tolak Evakuasi

Songur menjelaskan bahwa petugas pemadam kebakaran sempat menolak melakukan intervensi kecuali seluruh penumpang dievakuasi, namun penumpang kapal menolak permintaan tersebut.

“Kami sampaikan bahwa api hanya terjadi di bagian depan kapal, dan kami memiliki sekoci darurat di kedua sisi. Berdasarkan prosedur internasional, jika kami dievakuasi, kendali atas kapal bisa diambil alih dan mereka bisa menenggelamkannya,” jelasnya.

Ia mengatakan upaya pemadaman tertunda lebih dari satu jam. Rekaman video insiden juga tersedia, meski media Israel melaporkan versi berbeda dan menyebut serangan itu telah direncanakan sebelumnya.

“Ada rencana untuk memaksa kami meninggalkan kapal, mungkin untuk menenggelamkannya atau melakukan sabotase,” ujar Songur.

'Serangan ini tidak hanya ditujukan kepada kami, tetapi juga kepada seluruh umat manusia'

Songur mengkritik pemerintah Malta atas respons yang lambat, meskipun kapal sudah bersertifikat resmi dan telah mengirim sinyal SOS berulang kali.

“Penjaga pantai baru merespons sepuluh jam setelah kejadian,” katanya.

Ia juga mengutip temuan awal bahwa sebuah pesawat militer kargo Hercules C-130 terbang dari Tel Aviv ke Malta sekitar enam hingga delapan jam sebelum ledakan, dan kapal cepat diduga mendekati kapal pada waktu yang sama.

“Serangan itu bukan hanya terhadap kami, tapi terhadap seluruh umat manusia,” tegasnya. “Ini juga merupakan serangan terhadap rekayasa teknik Turki. Saat ini, ada sebelas warga Turki di kapal -- lima kru dan enam relawan sipil.”

Songur mengatakan kapal masih berada di perairan internasional dekat Malta, diawasi oleh kapal penjaga pantai, dan tidak diizinkan bergerak. Ia mendesak otoritas Malta agar mengizinkan kapal merapat untuk perbaikan mendesak.

“Kapal ini tidak bisa melanjutkan pelayaran dalam kondisi seperti sekarang,” kata dia.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |