Kali Surabaya Dinilai Darurat Ekologis, Banyak Bangunan Ilegal hingga Limbah

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Surabaya - Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (Akamsi) menyatakan Kali Mas atau Kali Surabaya darurat ekologis terkait temuan kondisi anak Sungai Brantas itu yang dipenuhi oleh bangunan ilegal yang mengganggu resapan air, limbah, hingga ikan yang mati massal.

Atas temuan itu, Akamsi yang terdiri dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Aksi Biroe, dan Surabaya River Revolution menggelar aksi dan teatrikal di depan Gedung Grahadi Surabaya, Rabu, 21 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota Akamsi, Rio Ardiansa, mengatakan bahwa pihaknya telah meneliti dan mengobservasi langsung ke Kali Surabaya beberapa waktu lalu. Hasilnya, ada sejumlah temuan yang mereka dapat.

Pertama, Akamsi mengidentifikasi adanya 4.641 unit bangunan ilegal yang berdiri tepat di atas sempadan Kali Surabaya. Padahal, wilayah itu seharusnya steril menurut PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai. 

Akamsi mencatat bahwa bangunan ilegal tersebar di empat kabupaten/kota, yaitu Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya dengan pertumbuhan terpesat di segmen tengah sungai (Gresik dan Sidoarjo). 

Akamsi menilai bangunan ilegal tersebut menjadi cerminan lemahnya kontrol tata ruang oleh pemerintah serta pengabaian terhadap nilai ekologis sungai. “Bangunan-bangunan ilegal ini tidak hanya mengambil ruang resapan air, tapi juga menjadi sumber langsung pencemaran limbah rumah tangga dan industri,” kata Rio dalam keterangannya, Rabu.

Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mikroplastik telah terdeteksi dalam berbagai organisme sungai, seperti plankton, kepiting air tawar, hingga udang. 

Mereka juga menemukan mikroplastik jenis fiber yang dominan ditemukan di seluruh titik pengambilan sampel, terutama pada bagian hilir sungai, yakni kawasan Karangpilang, Surabaya dan Kramat Temenggung, Sidoarjo. “Karenanya, kita harus siap akan dampak saat mikroplastik masuk ke tubuh ikan, lalu dikonsumsi oleh kita,“ kata Rio

Temuan ketiga adalah pengelolaan sampah yang masih dibakar. Rio mengatakan bahwa ada 33,3 persen segmen yang tidak memiliki TPS di desa yang dialiri Kali Surabaya. Serta 86,67 persen desa masih mengolah sampah dengan cara dibakar.

Keempat, kejadian ikan mati massal di Desa Wringinanom, Gresik, pada Senin, 19 Mei 2025. Bangkai ikan terlihat mengambang dan menimbulkan bau menyengat. 

Ecoton mencatat bahwa fenomena ini bukan yang pertama. Kejadian ini berulang hampit setiap tahun tanpa investigasi yang tuntas. “Saat kita diam, secara tidak langsung kita sudah menjadikan air sungai menjadi kuburan ikan,” papar Rio.

Oleh karena itu, Akamsi mengeluarkan lima poin tuntutan akibat darurat ekologis Kali Surabaya. Berikut tuntutannya.

  1. Penertiban menyeluruh terhadap semua bangunan ilegal di bantaran Kali Surabaya.
  2. Restorasi fungsi ekologis sempadan sungai sebagai zona hijau dan resapan air.
  3. Penerapan sistem pengelolaan sampah terpadu di seluruh desa dalam DAS Kali Surabaya.
  4. Monitoring kualitas air secara rutin dengan publikasi terbuka.
  5. Investigasi tuntas terhadap kejadian ikan mati massal dan sumber pencemarnya.
  6. Penerbitan Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Perlindungan dan Penataan Sempadan Sungai.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |