TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung dalam mengimplementasikan sekolah gratis sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Ubaid mengatakan putusan MK itu adalah perintah langsung kepada negara untuk menjamin hak dasar pendidikan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam struktur negara kita, pemegang kunci implementasi perintah konstitusi ini adalah Presiden Republik Indonesia,” kata Ubaid melalui keterangan tertulisnya pada Rabu, 28 Mei 2025. "Ini bukan hanya tugas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang punya anggaran relatif kecil.”
Ubaid mengatakan paling tidak ada lima alasan presiden harus turun tangan. Pertama, anggaran pendidikan besar, tapi salah urus; Kedua, kewenangannya lintas kementerian; Ketiga, payung hukum dan regulasi turunan; Keempat, political will sebagai kunci; Kelima, amanat konstitusi dan tanggung jawab moral.
“JPPI mendesak Presiden untuk segera mengambil sikap tegas dan menerbitkan kebijakan yang konkret,” kata Ubaid.
MK mengabulkan uji materi yang diajukan JPPI yang menuntut sekolah gratis untuk negeri maupun swasta. Dalam putusannya, MK mewajibkan pemerintah memberikan pendidikan dasar sembilan tahun--dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama atau sederajat--secara gratis di sekolah negeri dan swasta.
JPPI dan tiga pemohon atas nama Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum menguji Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pemohon meminta MK memutuskan agar wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tak memungut biaya. Perkara ini didaftarkan dengan nomor perkara 3/PUU-XXII/2024.
MK memerintahkan pemerintah pusat dan daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta. Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar secara penuh sesuai Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
“Tanpa ada pemenuhan kewajiban pemerintah dalam membiayai pendidikan dasar, maka berpotensi menghambat upaya warga negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya,” kata Guntur.
Guntur juga mengatakan bahwa selama ini pembiayaan wajib belajar hanya difokuskan pada sekolah negeri. Padahal, kata dia, secara faktual banyak anak mengikuti pendidikan dasar di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti sekolah swasta atau madrasah swasta.
MK juga menilai masih ada sekolah atau madrasah swasta yang selama ini menerima bantuan anggaran dari pemerintah seperti program biaya operasional sekolah (BOS) atau program beasiswa lainnya, namun tetap mengenakan atau memungut biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing-masing dari peserta didik. Di samping itu, terdapat pula sekolah swasta yang tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah.
Namun, MK tidak bisa melarang sekolah swasta memungut biaya pendidikan dari peserta didik sama sekali. Di sisi lain kemampuan fiskal pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar bagi sekolah atau madrasah swasta masih terbatas sampai saat ini.
Oleh karena itu, menurut MK, meskipun tidak melarang sekolah swasta memungut biaya pendidikan, sekolah swasta tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengaku belum membaca penuh putusan MK soal sekolah gratis. Hasan mengaku baru tahu kabar tersebut dari media. “Tentu nanti kami minta petunjuk dan arahan dari Presiden,” kata Hasan ditemui awak media di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, 28 Mei 2025.