TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritik metode pembinaan Institut Teknologi Bandung terhadap mahasiswanya yang sempat ditahan oleh polisi. Usai penangguhan penahanan mahasiswa berinisial SSS yang mengunggah meme Prabowo berciuman dengan Joko Widodo, ITB memutuskan untuk memberikan pembinaan pada SSS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usman menyatakan ia tidak setuju dengan tindakan ITB. "Istilah 'pembinaan' itu istilah feodalistik yang berlaku dalam rezim otoriter untuk membangun politik kepatuhan masyarakat dan juga kampus," ujarnya saat dihubungi pada Senin, 12 Mei 2025. Sehingga dari rencana pembinaan itu, Usman menilai ITB akan menghilangkan nalar dan daya kritis mahasiswanya.
Usman juga mewanti-wanti agar ITB tidak mengimbau mahasiswa untuk bersikap sopan dan menjaga etika kala menyampaikan suatu kritikan. "Tindakan kampus yang seperti itu akan mengesankan kampus tidak memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berekspresi," ucapnya.
Bila ITB memberlakukan syarat-syarat tertentu kepada mahasiswa yang hendak mengkritik, Usman menyatakan ITB terkesan menjadi kampus yang membenarkan pemberangusan suara kritis.
Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Neneng Nurlaela Arif, mengatakan bahwa kampusnya akan membina SSS yang telah keluar dari rumah tahanan Bareskrim Polri pada 11 Mei 2025.
Nurlaela menyebut ITB berkomitmen untuk membina mahasiswi tersebut agar dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab, serta menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan.
TB telah merumuskan sejumlah kegiatan yang akan mendukung rencana pembinaan tersebut. Nurlaela merincikan, ITB akan memperkuat literasi digital, literasi hukum dan etika berkomunikasi di berbagai media. "Hal ini diharapkan dapat memperkaya wawasan mahasiswa tentang kebebasan yang konstruktif dalam era digital,” ujar ketika dihubungi Tempo pada Senin.
Nurlaela menyatakan ITB mendorong seluruh civitas akademika untuk menggunakan kejadian ini sebagai bahan refleksi bersama. Ia menekankan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara, tapi harus dijalankan dengan tanggung jawab, pemahaman hukum, serta penghormatan terhadap hak dan martabat orang lain.
Nurlaela menjamin TB terus mengarahkan upaya untuk menciptakan atmosfer akademik yang sehat dan berkualitas, dengan tetap memberi ruang bagi kebebasan berkumpul, berpendapat serta berekspresi. Ia juga berujar para mahasiswa tetap bisa melakukan kajian kritis, dengan catatan untuk berlaku sopan, beretika dan bertanggung jawab.
Sebelumnya Bareskrim Polri menangkap mahasiswa SSS di tempat kosnya di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 6 Mei 2025. Polisi lalu menahannya sejak 7 Mei 2025 dengan menjerat dengan pasal kesusilaan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi (UU ITE). Polisi mengenakan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (1).
Bareskrim kemudian menangguhkan penahanan itu pada 11 Mei 2025 atas dasar permohonan dari SSS, orang tua, kuasa hukum, serta ITB. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman juga mengajukan diri menjadi penjamin agar SSS tidak lagi ditahan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan tersangka menyesal dan memiliki iktikad baik untuk tidak mengulangi tindakan serupa. "Tersangka dan keluarga juga menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Prabowo dan Jokowi," kata Trunoyudo di Gedung Bareskrim, Jakarta, Ahad malam.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.