TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengaku belum membaca penuh putusan Mahkamah Konstitusi soal sekolah gratis. Hasan menyatakan baru tahu kabar tersebut dari media. “Tentu nanti kami akan minta petunjuk dan arahan dari Presiden,” kata Hasan ditemui awak media di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, 28 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MK mengabulkan uji materi yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yang menuntut sekolah gratis untuk negeri maupun swasta. Dalam putusannya, MK mewajibkan pemerintah memberikan pendidikan dasar sembilan tahun--dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama atau sederajat--secara gratis di sekolah negeri dan swasta.
JPPI dan tiga pemohon atas nama Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum menguji Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pemohon meminta MK memutuskan agar wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tak memungut biaya. Perkara ini didaftarkan dengan nomor perkara 3/PUU-XXII/2024.
MK memerintahkan pemerintah pusat dan daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta. Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar secara penuh sesuai Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
Menurut MK, selama ini pembiayaan wajib belajar hanya difokuskan pada sekolah negeri. Padahal, kata dia, secara faktual banyak anak mengikuti pendidikan dasar di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti sekolah swasta atau madrasah swasta.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung dalam mengimplementasikan sekolah gratis sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Ubaid mengatakan Putusan MK ini adalah perintah langsung kepada negara untuk menjamin hak dasar pendidikan anak.
“Dalam struktur negara kita, pemegang kunci implementasi perintah konstitusi ini adalah Presiden Republik Indonesia,” kata Ubaid melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 28 Mei 2025. "Ini bukan hanya tugas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang punya anggaran relatif kecil.”
Ubaid mengatakan paling tidak ada lima alasan presiden harus tangan. Pertama, anggaran pendidikan besar, tapi salah urus; Kedua, kewenangannya lintas kementerian; Ketiga, payung hukum dan regulasi turunan; Keempat, political will sebagai kunci; Kelima, amanat konstitusi dan tanggung jawab moral. “JPPI mendesak Presiden untuk segera mengambil sikap tegas dan menerbitkan kebijakan yang konkret,” kata Ubaid.
Dalam kesempatan terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyatakan putusan MK itu harus menjadi bagian substansi yang diakomodir dalam rencana revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas. “Bila perlu ada pasal yang mengatur pembagian pembiayaan pendidikan oleh pemerintah pusat dan daerah,” kata Aris saat dikonfirmasi, Rabu, 28 Mei 2025.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyampaikan bahwa parlem siap mengawal implementasi putusan MK mengenai pemerintah yang harus menggratiskan biaya pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta. Meskipun begitu ia menyoroti persoalan anggaran untuk menjalankan putusan terkait biaya pendidikan dasar yang gratis itu. Dia memandang APBN dan APBD harus mampu menanggung biaya operasional pendidikan secara adil dan proporsional.
"Harus ada mekanisme transparan untuk memastikan sekolah swasta mendapatkan subsidi yang memadai, tanpa mengorbankan kualitas dan kemandirian pengelolaan sekolah," kata Lalu Hadrian Irfani di Jakarta, Rabu, 28 Mei 2025, dikutip Antara.