Harga Bawang Putih Meroket, Terpengaruh Penundaan Impor dan Masalah Perizinan

1 month ago 9

8000 hoki Platform web Slot Gacor Malaysia Terkini Pasti Lancar Jackpot Full Banyak

hokikilat.com Pusat ID situs Slots Gacor Singapore Terpercaya Gampang Lancar Win Terus

1000hoki ID web Slot Gacor Japan Terbaik Pasti Lancar Jackpot Full Terus

5000 hoki Situs server Slot Gacor Cambodia Terkini Mudah Lancar Menang Terus

7000 Hoki Online Demo situs Slot Gacor Singapore Terbaru Sering Menang Non Stop

9000 hoki List Situs server Slots Gacor Japan Terkini Gampang Lancar Jackpot Full Terus

List Daftar games Slots Maxwin basis Singapore Terbaik Sering Lancar Jackpot Online

Idagent138 Daftar Slot Maxwin Online

Luckygaming138 login Slot Gacor Terpercaya

Adugaming login Akun Slot

kiss69 Daftar Slot Game Terpercaya

Agent188 login Id Slot Anti Rungkat Terbaik

Moto128 login Akun Slot Gacor

Betplay138 Daftar Slot Anti Rungkad Terpercaya

Letsbet77 Daftar Slot

Portbet88 Akun Slot Gacor

Jfgaming Daftar Id Slot Terbaik

Mg138 Daftar Id Slot Game

Adagaming168 Daftar Id Slot Maxwin Terbaik

Kingbet189 login Slot Anti Rungkat Online

Summer138 Daftar Id Slot Anti Rungkad Terbaik

Evorabid77 Daftar Slot Maxwin Terbaik

bancibet Id Slot Maxwin Terpercaya

TEMPO.CO, Jakarta - Lonjakan harga bawang putih kembali menjadi bahasan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Senin, 24 Maret 2025. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewaspadai kenaikan harga bawang putih yang kini tembus Rp 50 ribu per kilogram di sejumlah tempat.

“Ini mohon untuk menjadi perhatian, terutama dari instansi terkait dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan," kata Edy yang juga pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Senin, 24 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo edisi Selasa, 18 Maret 2025 mengungkap penyebab kenaikan harga tak wajar itu. Lima orang importir yang tak mendapat jatah impor bercerita, para importir penerima rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dan surat persetujuan impor (SPI) menunda realisasi impor karena menghindari operasi pasar.

Pasalnya, harga yang didapat mereka dari Cina mencapai US$ 1.445 per ton. Dengan kurs dolar Amerika Serikat 16.400, harga bawang putih dari Negeri Tirai Bambu sebesar Rp 23.698.000 per ton atau setara Rp 23.698 per kilogram.

Ditambah tetek-bengek biaya transportasi, total kocek yang harus dirogoh importir hingga bawang putih sampai ke gudang mereka mencapai Rp 25.198 per kilogram. Dari sini, harga jual di tingkat importir mencapai Rp 33.500 per kilogram. Harga ini lebih tinggi dari harga yang dipatok pemerintah untuk operasi pasar, yakni Rp 32 ribu per kilogram.

Ada pula dugaan importir penerima jatah impor sengaja menahan stok agar harga naik selama Lebaran. Para importir yang tak menerima jatah bercerita, harga bawang putih di Cina saat ini relatif tinggi karena produksi terbatas. Sedangkan Mei hingga Juni, produksi berlimpah sehingga bawang putih dibanderol murah. Di momentum ini, para importir akan mengambil kesempatan meneguk margin super tebal.

Selain itu, lonjakan harga bawang putih disebabkan para importir lama yang rata-rata tak mendapat jatah impor harus membeli kuota impor dari para importir pemegang RIPH dan SPI. Tapi ada mahar tambahan yang ditebus untuk memperoleh kuota itu, yakni Rp 7 ribu hingga Rp 8 ribu per kilogram. Karena pengusaha tentu tak mau rugi, setelah memperoleh kuota mereka menaikkan harga jual bawang putih di pasaran.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengendus dugaan maladministrasi dalam pembagian RIPH kepada 87 perusahaan baru. RIPH dan SPI, ujar dia, merupakan insentif kepada pelaku usaha yang mau bekerja benar. Bagi Yeka, aneh jika pelaku usaha yang telah lama berkecimpung di dunia impor bawang putih tiba-tiba tak memperoleh kuota.

Yeka tak percaya jika seluruh pelaku usaha yang telah lama malang-melintang di bisnis bawang putih itu tak taat aturan. Menurut dia, banyak pelaku usaha baik-baik yang layak mendapatkan RIPH. “Saya khawatir perusahaan baru jadi cangkang. Tapi pemain yang sebenarnya orang lama. Ada aktivitas rente di sini,” ujar Yeka saat diwawancara Tempo melalui sambungan telekonferensi, Selasa, 25 Februari 2025.

Ihwal perusahaan-perusahaan seumur jagung yang menerima rekomendasi impor, ia mengatakan, ada dugaan mereka memiliki privilese. Ia mempertanyakan alasan pemerintah memberikan privilese itu kepada para pelaku usaha baru ini. “Itu pertanyaan yang dugaan maladministrasinya kental banget,” ujar lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |