Festival Film Craft Animfest 2025 Digelar di Yogyakarta Mulai 28 Oktober

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Solo - Gelaran festival film animasi pendek bertajuk Craft International Animation Festival atau Craft Animfest 2025 dihelat di Yogyakarta, 28 Oktober hingga 1 November mendatang. Mengawali rangkaian acara itu telah diadakan Road to Craft Animfest 2025 yang diisi dengan pemutaran film-film animasi pendek mulai Sabtu, 3 Mei 2025. Salah satunya bertempat di Studio Lokananta Solo, Jawa Tengah.

Pilihan Editor: Jumbo: Film Animasi Paling Banyak Ditonton

Film Pembuka dari Singapura

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Traffic Light dari Singapura dan disutradarai oleh Qing Sheng Ang, menjadi film pertama yang ditampilkan. Film berdurasi waktu 5 menit 52 detik itu membawa penonton ke dalam suasana hiruk-pikuk warga di salah satu sudut kota di Singapura, tepatnya di sebuah persimpangan lampu lalu lintas. Terlihat ada beberapa kelompok pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan. Mereka harus menunggu di titik itu hingga saatnya lampu lalu lintas menyala hijau sebagai tanda saatnya mereka bisa menyeberang.

Dalam penantian tersebut, seorang pemuda tampak sedang menikmati es krimnya. Sikapnya acuh tak acuh. Lalu sekelompok anak-anak berjalan bersama sambil bercanda. Di sudut lain terlihat seorang laki-laki tengah sibuk menelepon sembari terburu-buru hendak berangkat kerja. Ada juga beberapa lansia. 

Dari para pejalan kaki itu, ada yang taat aturan. Mereka menunggu detik demi detik lampu hijau yang tak kunjung menyala dengan aktivitas masing-masing. Ada pula pejalan kaki yang nekat hendak menyeberang jalan dengan konsekuensi tersambar kendaraan yang melintas. 

6 Film Lainnya yang Diputar di Road to Craft Animfest 2025

Film kedua berjudul Splish Splash atau Cipak Cipuk. Film dari Indonesia yang disutradarai oleh Andra Fembriarto itu berdurasi waktu 9 menit 12 detik. Film mengisahkan tentang Galeo dan adiknya, Timia, yang tinggal di tengah laut tanpa daratan. 

Cerita diawali dari Galeo yang sedang sibuk beraktivitas memperbaiki atap rumah menjelang penyelenggaraan upacara keluarga mereka. Sementara Timia asyik bermain-main hingga agak menjauh dari rumah mereka. Tiba-tiba adik Galeo itu didatangi sekelompok bajak laut. Dua bersaudara yang kerap bertengkar itu pun bersatu dalam menghadapi para bajak laut yang ternyata mengincar kalung Mutiara Matahari, pusaka penting dalam pelaksanaan upacara keluarga mereka. 

Film berikutnya berjudul Tangkboy dari Singapura yang disutradarai oleh Novella. Film berdurasi 6 menit 40 detik itu menceritakan seorang anak laki-laki yang pindah ke sebuah kota baru, tiba-tiba terus mengeluarkan air dari matanya. Bocah itu pun mencari solusi menghentikan air dari matanya yang tak kunjung berhenti keluar dengan memakai tangki di kepalanya. Namun, lama kelamaan anak laki-laki itu menyadari bahwa tangki juga tak selamanya aman untuk dipakainya.

Beralih ke film berikutnya, berjudul The Dalang's Tale. Film dari Negeri Jiran, Malaysia yang digarap oleh tiga kreator masing-masing bernama Irwan Junaidy, Maizura Abas, dan 'Atiqoh Mohd Abu Bakar itu berdurasi 6 menit 10 detik.

Dalam The Dalang's Tale, ada dua cerita yang berjalan saling beriringan. Kedua cerita itu mengisahkan tentang sosok seorang ayah dengan anaknya. Yang pertama, menceritakan sosok seorang ayah dengan anaknya yang sedang dalam perjalanan untuk menonton sebuah pertunjukan dalang. Dalam perjalanan itu, sang ayah harus menghadapi polah tingkah anaknya yang menguji kesabarannya. 

Cerita kedua, mengisahkan sosok ayah yang sangat menyayangi anaknya. Namun, di balik itu, ternyata sang ayah kerap melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya alias ibu dari anak itu. Hingga suatu ketika terjadi insiden ketika sang ibu akhirnya berani melawan tindak kekerasan yang dilakukan secara brutal oleh ayah. Perlawanan itu membuat sang ayah terluka dan saat itulah anak justru melihat peristiwa berdarah. Yang dilihat oleh sang anak justru saat ibu melukai sang ayahnya. Anak yang merasa kecewa dan marah kepada ibunya itu pun pergi.

Film kelima berjudul Night dari negara Palestina. Film berdurasi 15 menit 57 detik garapan sutradara Ahmad Saleh itu berhasil membius penonton masuk ke dalam heningnya suasana malam di kota yang porak-poranda akibat perang. Pada malam ketika orang dapat tidur dengan damai dan tenang itu, seorang ibu tengah mencari anaknya yang hilang. 

Film pilihan berikutnya berjudul Swallow Flying to The South. Film dari Amerika Serikat yang disutradarai oleh Mochi Lin ini menjadi film berdurasi terpanjang dibandingkan enam film lainnya yaitu 17 menit 38 detik. Latar belakang cerita diambil dari kisah nyata situasi Kota Beijing tahun 1976, saat musim semi. Mengisahkan seorang anak usia 5 tahun bernama Swallow, yang ditinggalkan di sebuah asrama taman kanak-kanak. 

Bersama beberapa anak lainnya, Swallow menjalani hari-harinya di asrama tersebut mulai dari saat bangun tidur, sekolah, bermain, hingga kembali tidur di malam hari, dengan suasana yang kaku dan membosankan. Swallow pun sering menangis. Situasi Beijing dan beberapa peristiwa penting yang terjadi di kota itu pada 1976 diketahui dari beberapa frame yang menampilkan pemberitaan radio tentang berbagai peristiwa yang terjadi kala itu. Salah satunya saat pendiri Republik Rakyat Tiongkok Mao Zedong, meninggal dunia. 

Film terakhir yang diputar berjudul Kuumba Umbo atau Birth of Form berasal dari negara Belgia dengan sutradara Ekaterina Ogorodnikova. Film berdurasi 6 menit 39 detik menceritakan tentang kelahiran bentuk adalah awal dari dunia. Sejak kecil hingga akhir hayat, manusia belajar memahami dunia dan mencari tempat mereka di dalamnya. Sebuah topeng Afrika dapat mengungkap spektrum budaya manusia, asal-usulnya, dan bagaimana proses transformasi menghasilkan karya seni yang kini menghiasi museum-museum dunia.

Pesan Moral dari Film Animasi yang Diputar

Tujuh film animasi yang diputar di Studio Lokananta Solo tersebut adalah pemenang di ajang Craft Animfest 2023. Selain menarik dan menghibur, film-film tersebut memiliki banyak pesan moral yang menginspirasi dan menggugah hati penonton. Sebagai contoh dari film Traffic Light yang mengantarkan pesan agar para pejalan kaki senantiasa juga tertib melaksanakan aturan lalu lintas. Hal itu demi keselamatan diri sendiri maupun orang lain.

Contoh lain yakni dari film The Dalang's Tale yang memiliki makna dalam di antaranya tentang trauma yang dialami oleh seorang anak karena setelah melihat insiden tindak kekerasan di antara kedua orang tuanya. Anak itu pun mengalami luka batin yang mempengaruhi kehidupannya di masa depan bahkan ketika ia memiliki anak.

Film-film itu juga mewakili film-film lainnya yang lahir dari rangkaian program Craft Animfest yang memadukan teknik tradisional dalam animasi, di antaranya animasi gambar atau lukisan klasik, animasi pasir, dan lainnya, termasuk teknik-teknik digital yang tinggi unsur-unsur craftsmanship-nya. 

Latar Belakang Craft Animfest

Festival Director Craft Animfest 2025, Chonie Prysilia mengungkapkan ajang Craft Animfest yang lahir pada 2017 lalu dilatarbelakangi adanya keresahan atas perkembangan pembuatan film animasi di Indonesia. 

Penyelenggaraan Craft Animfest berawal dari diskusinya bersama sesama sineas animasi Indonesia, Hizkia Subiyantoro dan sutradara sekaligus juga pendiri beberapa festival film animasi asal Polandia, Piotr Kardas, dalam sebuah pertemuan pada 2016. Tiga jam pertama pertemuan itu mereka habiskan untuk membahas perkembangan pembuatan film animasi di Indonesia. Diskusi tersebut menyoroti pengaruh signifikan industri Animasi Hollywood dan Anime Jepang di kalangan pencipta. 

Mereka menyayangkan bahwa karya animasi di Indonesia itu selalu dikenal dengan segala sesuatu yang digital dan diidentikkan dengan teknologi tinggi. Padahal dari pengalamannya dan Hizkia yang berkesempatan mengikuti festival-festival animasi di Eropa maupun Asia, teknik-teknik tradisional itu masih marak digunakan. 

"Bahkan seringkali, sayangnya, teknik-teknik animasi tradisional ini jarang dilirik oleh kreator di Nusantara. Padahal kami melihat kerajinan tangan atau craft itu adalah bagian dari budaya kita," ungkap Chonie. 

Pada 2017, setahun setelah perbincangan itu, lahiriah CRAFT Animfest yang menjadi festival pertama di Asia yang merayakan berbagai teknik tradisional dalam animasi. Craft Animfest juga merupakan festival pertama di Asia Tenggara yang mengulas seni terkini animasi yang diimplementasikan di belahan dunia, termasuk teknik-teknik digital yang tinggi unsur-unsur craftsmanship-nya.

Tugas CRAFT Animfest adalah mempopulerkan beberapa teknik klasik animasi pada lingkungan animasi yang didominasi komputer. Juga untuk mengapresiasi para seniman animasi dari kawasan Asia Tenggara yang, apapun tekniknya, membuat film-film orisinal dan menarik. Momen Craft Animfest juga menjadi ajang pertemuan kreatif dan pertukaran pengalaman antara kreator dan penonton festival.

Memperingati Hari Animasi Sedunia

Jika pada awalnya Craft Animfest adalah festival dua tahunan yang diadakan pada setiap tahun ganjil sejak 2017, mulai edisi kelima di tahun 2025 Craft Animfest akan diadakan setiap tahun, pada minggu yang sama dengan Hari Animasi Sedunia, yang dirayakan setiap tanggal 28 Oktober. 

"Pada dasarnya craft itu kembali membangkitkan banyak sekali teknik animasi yang selama ini karena industri yang sangat bertubi-tubi tsunami yang hanya mengambil dua teknik yang populer aja," ujar Art and Executive Director Craft Animfest Hizkia Subiyantoro. 

Hizkia menyebutkan banyak sekali cara membuat animasi mulai dari tekniknya hingga ceritanya. Bahkan menurutnya, ceritanya bisa bersifat sangat personal. "Itu yang sangat susah kita cari di film-film industri. Sebab rata-rata film industri kan sudah menjadi film yang komunal, ide bersama, dan misinya hiburan dan uang. Di sini enggak. Di sini misinya adalah ada banyak kebudayaan yang crossing atau melebur jadi satu. Itu yang ingin kami bangkitkan," katanya. 

Dia mengibaratkan dalam satu keluarga bahwa di mana pun setiap orang memiliki cerita dari peristiwa bisa disampaikan sehingga akan menginspirasi antar pembuat film, antar negara atau antar bangsa. 

"Jadi kita kaya keluarga. Kalau di industri kan susah. Selama kau punya duit bisa bayar, ya kau keluarga. Tapi di sini juga profesional dan itu harus ada imbangnya. Bukan kita nggak ngomongin baik-buruknya tapi ada banyak alternatif untuk membuat film, bercerita dan bahkan bertukar pesan satu sama lain," tuturnya.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |