Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas dan menangkap pelaku di balik grup yang berisikan konten hubungan sedarah atau inses.
"Saya mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia dan unit siber untuk segera mengusut dan menangkap para pelaku di balik grup 'Fantasi Sedarah' tersebut," kata Martin dalam keterangannya, Minggu (18/5).
Tak hanya admin grup, Martin juga meminta seluruh anggota aktif di grup yang menyebarkan konten menyimpang yang melanggar hukum ditangkap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak hanya admin atau pengelola grup, tetapi juga para anggota aktif yang menyebarkan konten-konten menyimpang yang melanggar hukum," ucapnya.
Selain itu, ia juga meminta Kemkomdigi segera berkoordinasi dengan pihak Meta sebagai pemilik platform Facebook, guna memblokir menyeluruh grup itu yang berpotensi merusak nilai-nilai kesusilaan.
Martin menyatakan grup itu bukan hanya mencederai nilai moral dan etika bangsa, tapi juga melanggar hukum dan norma kesusilaan.
Ia menekankan bahwa ruang digital di Indonesia haruslah tetap tunduk pada hukum, etika, dan nilai-nilai Pancasila.
"Ini bukan hanya soal pelanggaran teknologi, tapi pelanggaran terhadap harkat dan martabat bangsa," ujar dia.
Belakangan ramai di media sosial soal grup di Facebook yang berisikan konten hubungan sedarah atau inses.
Polda Metro Jaya sendiri tengah menyelidiki akun grup di Facebook yang berisi konten hubungan sedarah atau inses itu.
Direktur Siber Polda Metro Jaya Kombes Polisi Roberto Pasaribu menjelaskan, akun bernama "Fantasi Sedarah" tersebut telah dihapus oleh Meta karena melanggar aturan.
"Akun grup tersebut sudah ditutup/ditangguhkan/dihapus oleh provider FB Meta karena melanggar aturan," katanya.
Terpisah, Kemkomdigi telah memblokir enam grup Facebook, termasuk Fantasi Sedarah yang diduga mengunggah konten inses.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menegaskan konten di dalam grup itu merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak.
Tindakan pemutusan akses ini juga merupakan bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Aturan ini mengatur kewajiban setiap platform digital untuk melindungi anak dari paparan konten berbahaya serta menjamin hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan digital yang aman dan sehat.
(mnf/rds)