BRIN dan BMKG Kaji Potensi Ancaman Tsunami di Lokasi PLTN

7 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sedang menilai potensi ancaman tsunami yang mempengaruhi kelayakan lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Pulau Kalimantan. Simulasinya menggunakan pemodelan numerik dengan data topografi dan batimetri beresolusi tinggi.

Peneliti dari Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika BRIN Widjo Kongko mengatakan, skenario yang digunakan dalam pemodelan adalah gempa bumi berkekuatan magnitudo 9,1 dari zona subduksi Palung Manila yang terbukti secara geologis menunjukkan aktivitas tektonik signifikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil simulasi menunjukkan gelombang tsunami setinggi hingga 0,62 meter diprediksi bakal menempuh Laut Cina Selatan dan mencapai Pantai Gosong dalam waktu sekitar 9 jam 10 menit jika terjadi gempa besar di Palung Manila, Filipina.

Widjo mengatakan, penelitian ini dimulai pada 2023 dan direncanakan berlangsung hingga 2025. Penelitian ini bertujuan untuk menilai sejauh mana potensi ancaman tsunami yang itu akan mempengaruhi kelayakan lokasi pembangunan PLTN pertama. “Ancaman tsunami dari luar zona Indonesia tetap harus diperhitungkan, terutama untuk infrastruktur berisiko tinggi seperti PLTN,” kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 16 April 2025.

Meskipun tinggi gelombang relatif kecil, kata Widjo, risiko kerusakan sistem pendingin dan gangguan operasi bisa terjadi jika perencanaan desain tidak memperhitungkan skenario terburuk. Sebab, PLTN dirancang memiliki sistem pendingin yang memanfaatkan air laut. Pipa-pipa pendingin dirancang menjangkau laut hingga kedalaman 10 meter dan berjarak sekitar 1,5–2 kilometer dari pantai. Apabila terjadi tsunami, perubahan tekanan dan arus air laut dapat mempengaruhi kestabilan pipa, kinerja, dan efektivitas sistem pendinginan reaktor.

Widjo menambahkan, penelitian ini menggunakan tujuh domain pemodelan, dari resolusi global, regional, hingga lokal dengan resolusi terdetil 1 meter, yang menggabungkan berbagai sumber data mutakhir GEBCO, BATNAS, DEMNAS, hingga survei lapangan menggunakan drone (UAV), GNSS, dan echosounder. Titik tertinggi tsunami ditemukan di sisi barat Pulau Semesak (0,62 meter), sementara di utara Gosong berkisar 0,49-0,61 meter.

Menurut Widjo, kondisi topografi yang landai dan proses sedimentasi di Pantai Gosong turut mempengaruhi potensi genangan. Jika tsunami terjadi bersamaan dengan pasang tertinggi atau Highest High-Water Level (HHWL), maka tinggi air gabungan dapat mencapai 1,5 meter lebih. “Untuk studi kelayakan desain dan perencanaan tapak PLTN, kita harus menyiapkan sistem dan mitigasi yang mampu menghadapi potensi ancaman tersebut,” ujarnya.

Penelitian soal ini dipublikasikan dalam International Journal of Renewable Energy Development edisi Januari 2024 dengan judul “Assessing the Potential Tsunami Source of the Manila Trench at the Bengkayang Nuclear Power Plant Site in Kalimantan Using Topographical Details”. 

Kajian berikutnya, kata Widjo, adalah potensi ancaman tsunami di lokasi yang sama bersumber dari longsor bawah laut di laut lepas Brunei. Kajian ini akan melengkapi studi sebelumnya sebagai bagian dari analisis potensi ancaman tsunami dengan skenario sumber jamak (tektonik dan non-tektonik) dan diharapkan menjadi salah satu rujukan teknis dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan evaluasi keselamatan tapak PLTN sesuai peraturan Bapeten No. 4 Tahun 2018 dan Nomor 6 Tahun 2014.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |