Berkali-kali Luhut Pernah Sebut Kampungan. Kapan Saja?

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut usulan memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka oleh Forum Purnawirawan TNI adalah kampungan. Luhut mengatakan situasi dunia saat ini membutuhkan kekompakan, bukan malah ribut-ribut.

“Kita harus kompak. Ini keadaan dunia begini. Ribut-ribut ini kampungan,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bedasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kampungan merupakan istilah yang dikonotasikan negatif dan bermakna mengejek. Kata ini merujuk pada arti keterbelakangan modernisasi alias kolot, tidak terdidik, kurang ajar. Kendati kata ini menunjukkan makna yang jelek, ternyata telah beberapa kali digunakan oleh Luhut. Tampaknya istilah kampungan menjadi favoritnya.

Berikut sederet pernyataan Luhut yang beberapa kali menyebut kampungan:

1. Luhut Sebut OTT KPK Kampungan

Luhut pernah mendapat sorotan tajam dari sejumlah aktivis antikorupsi lantaran menyebut metode operasi tangkap tangan atau OTT oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Luhut yang saat itu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyebut dengan pencegahan korupsi melalui digitalisasi maka kasus penyelewengan dana bisa berkurang.

“Jangan hanya bilang nangkap-nangkap saja, saya bilang kampungan. Saya setuju ditangkap, tapi kalau semakin kecil ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?” ujar dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa, 18 Juli 2023.

Luhut juga pernah mengatakan jika operasi tangkap tangan atau OTT KPK acap kali tak membuat orang jera. Meski lembaga anti-rasuah ini gencar melakukan penindakan, angka korupsi di Indonesia dinilai masih tetap tinggi. Hal ini disampaikan Luhut dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Stranas 2021-2022 di Jakarta, Selasa, 13 April 2023 lalu.

“Maaf kalau saya bicara terbuka. OTT pun buahnya tidak buat orang jadi kapok,” ujar Luhut.

2. Luhut Sebut Kampungan Soal Tudingan Jokowi Jegal Pencapresan Anies Baswedan

Jelang Pilpres 2024, Joko Widodo alias Jokowi selaku Presiden saat itu dituding berupaya menjegal pencalonan Anies Baswedan, yang kala itu sempat didukung Partai Demokrat. Juru bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, memaparkan skenario penjelagan yang ia dengar.

Menurutnya, ada upaya dari pihak tertentu untuk memaksakan hanya dua pasangan calon di pilpres mendatang. Pihak tersebut, kata dia, sebisa mungkin memastikan tidak ada calon lain yang bakal berlaga, termasuk Anies.

“Skenario yang kami dengar adalah berupaya memaksakan hanya dua paslon yang bertanding, dan sebisa mungkin tidak ada calon-calon yang bisa memperjuangkan perubahan dan perbaikan yang bakal bisa berlaga, seperti Anies,” kata Herzaky saat dihubungi, Sabtu, 3 September 2022.

Menanggapi desus itu, Luhut menegaskan bahwa Jokowi sama sekali tidak berniat menjegal pencapresan Anies. Jokowi, kata Luhut, tidak pernah mau mencampuri masalah hukum. Ia turut menampik jika salah satu cara yang digunakan Jokowi adalah dengan peninjauan kembali (PK) kepada Demokrat melalui kubu Moeldoko Cs, sehingga Koalisi Perubahan tidak bisa berlayar.

“Menjegal orang seperti dibilang Agus (AHY), mau dijegal partainya, itu nggak ada sama sekali,” kata Luhut dalam sebuah program televisi yang diunggah di YouTube pada Jumat, 21 Juli 2023.

Luhut menyatakan dirinya tidak berniat memuji-muji Jokowi. Ia berani menjamin bahwa isu penjegalan tersebut sama sekali tidak benar. “Saya jamin kalau itu. Saya perwira, itu saya jamin nggak ada. Jadi nggak usah bikin bicara-bicara, kampungan itu menurut saya,” kata Luhut.

3. Luhut Sebut Kampungan Saat Pernah Diancam Akan Dibunuh

Pada 2019, terungkap dugaan rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional setelah polisi menangkap enam orang, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD dan AF. Dari hasil pemeriksaan terungkap, mereka diduga berencana membunuh empat tokoh nasional. Rencana itu akan dilakukan pada aksi 22 Mei 2019

Keempat tokoh itu termasuk Luhut. Tiga lainnya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto; Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan; dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.

Menanggapi pengungkapan itu, Luhut menilai ancaman pembunuhan itu merupakan cara yang kampungan. “Untuk apa buat seperti itu. Kalau kita beda pendapat dalam demokrasi bukan dengan cara kayak gitu. Kan kampungan cara begitu dan pasti ketahuan,” katanya, ditemui di kediamannya di Jakarta, Kamis, 30 Mei 2019.

Menurut Luhut, ia sering mendengar ancaman di Timor Timur saat dulu berkarier sebagai tentara. Namun, ia mengaku heran jika hal serupa terjadi di Jakarta apalagi di era demokrasi. Sebab, kata dia, pikiran untuk membunuh karena perbedaan pendapat seperti itu seharusnya tidak terjadi di era demokrasi.

“Kalau di daerah seperti gini, di Jakarta, di era demokrasi gini, masih ada pikiran seperti itu saya pikir kampungan itu,” kata dia.

Rizki Dewi Ayu, Han Revanda, Hendrik Yaputra, M Rosseno Aji, Ima Dini Shafira, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |