SURIAH bergolak lagi. Pekan ini, bentrokan kekerasan meletus di Jaramana dan Ashrafiyat Sahnaya, dua kota di pinggiran Damaskus, ibu kota Suriah. Konflik bermula antara orang-orang bersenjata dari kelompok minoritas Druze dan orang-orang bersenjata tak dikenal dari daerah tetangga. Konfrontasi ini secara tragis mengakibatkan setidaknya 30 orang tewas, Al Jazeera melaporkan.
Menanggapi kekerasan yang meningkat, pasukan keamanan Suriah bergerak untuk memulihkan ketertiban. Namun, tak lama setelah intervensi mereka, Israel melancarkan serangan ke wilayah Suriah, mengklaim bahwa tindakannya ditujukan untuk melindungi komunitas Druze.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kerusuhan ini terjadi di tengah upaya pemerintah Suriah – yang kini dipimpin oleh pemerintahan baru setelah penggulingan mantan Presiden Bashar al-Assad pada bulan Desember – untuk menegaskan kembali kendali atas negara tersebut.
Pemicu Kekerasan
Para analis sepakat bahwa pemicu langsung dari kekerasan tersebut adalah sebuah rekaman suara yang beredar yang diduga menampilkan seorang pemimpin Druze yang menghina Nabi Muhammad.
Meskipun keaslian rekaman tersebut masih diperdebatkan, rekaman tersebut memicu kemarahan yang meluas di kalangan warga Suriah. Hal ini berujung pada penyerangan terhadap Jaramana, sebuah kota yang sebagian besar dihuni oleh kaum Druze, oleh kelompok-kelompok bersenjata yang tidak dikenal pada hari Selasa.
Kementerian Dalam Negeri Suriah melaporkan bahwa pasukan mereka berusaha memadamkan pertempuran tersebut, namun mendapat perlawanan. Di antara para korban tewas terdapat setidaknya dua anggota Pasukan Keamanan Umum Suriah. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mendokumentasikan bahwa enam pejuang Druze dan tiga penyerang juga kehilangan nyawa mereka selama bentrokan awal.
Eskalasi dan Penyebaran Kekerasan
Pada Rabu, kekerasan telah menyebar ke Ashrafiyat Sahnaya, sebuah daerah pinggiran Damaskus dengan populasi Druze yang cukup besar. Seorang sumber di Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sebuah serangan terhadap sebuah pos pemeriksaan keamanan di Sahnaya mengakibatkan tewasnya 16 personel keamanan. Serangan ini memicu bentrokan lebih lanjut, di mana enam pejuang Druze tewas, menurut SOHR.
Setelah itu, Israel melakukan serangan udara yang menargetkan pasukan keamanan Suriah di Sahnaya, dan menggambarkan target mereka sebagai "ekstremis". Pemerintah Suriah sejak saat itu menyatakan bahwa ketertiban telah dipulihkan di Jaramana dan Ashrafiyat Sahnaya.
Terlepas dari upaya-upaya tersebut, pemerintahan baru Suriah menghadapi tantangan berat untuk menstabilkan negara yang terpecah belah akibat konflik selama lebih dari satu dekade, berbagai faksi bersenjata, dan ketidakstabilan yang disebabkan oleh transisi politik.
Konteks Kerusuhan yang Lebih Luas
Kekerasan paling hebat dalam beberapa bulan terakhir terjadi pada awal Maret, ketika ratusan orang bentrok di wilayah pesisir Suriah. Pasukan pro-Assad berhadapan dengan petugas keamanan, memicu kekerasan yang meluas ketika para pejuang dari berbagai daerah bergabung.
Kerusuhan ini terutama menargetkan warga sipil dari sekte Alawite, yang secara historis memiliki hubungan dengan mantan presiden tersebut.Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa para pendukung rezim Assad akan melanjutkan upaya untuk mengacaukan pemerintahan baru, yang telah berjuang untuk membangun kontrol dan keamanan secara nasional.
Hal ini telah meningkatkan ketegangan dan ketidakpercayaan terhadap kelompok-kelompok minoritas seperti Alawite dan Druze. Sebaliknya, kelompok-kelompok minoritas ini takut akan kehadiran faksi-faksi bersenjata yang terhubung dengan kelompok-kelompok ekstremis seperti Al-Qaeda.
Tantangan yang Dihadapi Rezim Baru
Meskipun pemerintah Suriah, di bawah pimpinan Ahmed al-Sharaa, yang baru telah menjanjikan kesetaraan bagi semua warga negara, jaminan ini belum meredakan ketakutan yang mendalam. Situasi ini semakin diperumit dengan penyebaran informasi yang salah di media sosial, yang telah memicu ketegangan dan berkontribusi pada pecahnya kekerasan baru-baru ini di Jaramana dan Ashrafiyat Sahnaya.
Sementara itu, Israel tampaknya telah mengintensifkan kegiatan militernya di Suriah, memperluas klaim teritorialnya sejak kepergian Assad. Israel saat ini menduduki beberapa bagian dari Dataran Tinggi Golan Suriah dan sering melakukan serangan udara terhadap situs-situs yang dituduhkan terkait dengan kelompok-kelompok pro-Iran seperti Hizbullah.
Sementara itu, Israel tampaknya telah mengintensifkan kegiatan militernya di Suriah, memperluas klaim teritorialnya sejak kepergian Assad. Israel saat ini menduduki sebagian Dataran Tinggi Golan Suriah dan sering melakukan serangan udara terhadap situs-situs yang dituduhkan terkait dengan kelompok-kelompok pro-Iran seperti Hizbullah.
Langkah Strategis Israel
Setelah keluarnya Assad, para analis berpendapat bahwa Israel mengambil kesempatan untuk meningkatkan operasi militer, melabeli pemerintah Suriah yang baru sebagai ekstremis sembari memposisikan diri sebagai pelindung komunitas Druze - beberapa di antaranya tinggal di wilayah yang berada di bawah kendali Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan bahwa pasukan pemerintah Suriah tidak akan diizinkan untuk beroperasi di selatan Damaskus dan menyerukan "demiliterisasi total" di wilayah tersebut.
Faksi-faksi tertentu di Israel bahkan telah mengusulkan untuk mencaplok wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Druze di Suriah selatan, dengan alasan bahwa hal ini dapat membantu membentuk koalisi kelompok-kelompok minoritas di Timur Tengah. Setelah bentrokan di Ashrafiyat Sahnaya, militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah mengangkut tiga orang Druze Suriah ke Israel untuk mendapatkan perawatan medis.
Posisi Rumit Komunitas Druze
Suku Druze adalah kelompok etnis yang berakar pada Islam Syiah Ismailiyah, yang tersebar di Yordania, Lebanon, Suriah, dan Israel-khususnya di Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Sulit untuk mendefinisikan satu sikap terpadu di antara kaum Druze, karena pendapat dan kesetiaan sangat bervariasi di setiap komunitas nasional.
Di Israel, populasi Druze berjumlah sekitar 150.000 jiwa. Tidak seperti warga Palestina, pria Druze menjalani wajib militer di Israel. Sementara itu, komunitas Druze di Yordania, Lebanon, dan Suriah pada umumnya mendukung perjuangan Palestina, dan Druze Suriah sangat menolak hubungan yang lebih dekat dengan Israel.
Komunitas-komunitas ini memiliki pengaruh politik yang signifikan di negara masing-masing. Sebagai contoh, di Lebanon, pemimpin Druze Walid Jumblatt telah menjadi tokoh terkemuka selama beberapa dekade. Di Suriah, banyak orang Druze yang menentang Assad dan secara terbuka mendukung pemerintah baru.