TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memantik kontroversi setelah mengeluarkan pernyataan yang menyebut pria dengan ukuran celana jeans 33 atau lebih besar berpotensi “lebih cepat menghadap Allah” alias memperpendek umur seseorang.
"Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jeans? 34-33. Sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allah-nya lebih cepat, dibandingkan dengan yang celana jeans-nya 32," kata dia saat peluncuran tiga layanan kesehatan baru di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengkritik keras pernyataan tersebut. Menurut dia, Budi yang bukan berasal dari latar belakang medis telah menyederhanakan masalah kompleks menjadi sesuatu yang menyesatkan. “Itu kan ngawur, terlalu berlebihan karena beliau orang awam," ujarnya, Sabtu, 17 Mei 2025.
Slamet menyarankan Menkes lebih baik fokus pada ajakan positif menjaga gaya hidup sehat ketimbang menakut-nakuti masyarakat dengan analogi yang berlebihan. "Ngapain dikaitkan dengan menghadap Tuhan, itu kan urusan takdir. Lebih baik imbauan-imbauan positif saja seperti cek tensi, cek darah," kata Budiarto.
Benarkah Memperpendek Umur?
Meski penyampaian Menkes menuai kontroversi, substansi soal bahaya lemak perut memang didukung berbagai riset ilmiah.
Dikutip dari Healthday, studi yang dimuat dalam Mayo Clinic Proceedings menyebutkan bahwa pria dengan lingkar pinggang 43 inci atau lebih memiliki risiko kematian 50 persen lebih tinggi dibandingkan yang berpinggang di bawah 35 inci. Ini setara dengan penurunan harapan hidup tiga tahun setelah usia 40. Untuk wanita, perbedaan tersebut bahkan mencapai lima tahun.
Penelitian yang diterbitkan The BMJ menunjukkan bahwa lemak di sekitar perut, terutama lemak visceral, berhubungan kuat dengan risiko kematian dini, bahkan pada orang dengan indeks massa tubuh (BMI) yang tergolong normal. Lemak ini bersifat pro-inflamasi dan berperan dalam resistensi insulin, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung.
Tak hanya itu, studi yang dilakukan oleh peneliti dari Italia dan Slovenia menunjukkan bahwa orang dengan nilai A Body Shape Index (ABSI) tinggi memiliki risiko kematian dini 365 persen lebih tinggi. ABSI dianggap lebih akurat dalam mengukur risiko kesehatan terkait distribusi lemak dibanding BMI.
Meningkatkan Risiko Kesehatan
Bukan hanya menyoal estetika, lemak perut juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Lemak visceral yang menumpuk di sekitar organ dalam seperti hati dan jantung diketahui meningkatkan tekanan darah, kadar trigliserida, gula darah, serta memicu peradangan kronis. Ini berujung pada peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, kanker, bahkan demensia.
Studi lain mencatat bahwa distribusi lemak lebih berpengaruh terhadap risiko penyakit dibandingkan jumlah lemak total. Lemak di paha dan pinggul (bentuk tubuh buah pir) justru dianggap protektif, berbanding terbalik dengan akumulasi lemak di perut (bentuk tubuh apel).
Maka dari itu, dikutip dari situs Harvard Medical School, meskipun BMI tetap berguna sebagai alat ukur umum. Para ahli menekankan pentingnya mempertimbangkan ukuran lingkar perut dan komposisi tubuh.