Tawuran Manggarai, Menakar Jurus Pramono Anung Lewat Manggarai Berselawat

10 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menggagas sebuah program berbasis keagamaan bernama Manggarai Berselawat sebagai upaya mengatasi persoalan tawuran Manggarai yang telah lama menjadi bagian dari realitas sosial di kawasan Tebet, Jakarta Selatan tersebut.

Program ini muncul sebagai respons atas pecahnya kembali bentrokan antarwarga pada Minggu malam, 4 Mei 2025, yang menjadi bagian dari rangkaian panjang insiden serupa yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Berawal dari Banyaknya Tawuran

Menurut data dari Tempo, tawuran di Manggarai bukan hal baru. Bahkan, Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal menyebut bahwa aksi tawuran di kawasan tersebut telah membudaya sejak 1970-an. Pemicunya sering kali sepele, seperti persoalan petasan, senggolan di jalan, hingga urusan pribadi seperti perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau dicari di Google kan itu sejak 1970. Ya kadang karena masalah kecil, masalah petasan, masalah senggolan, kadang masalah cewek,” ujar Ade pada 9 Mei 2025.

Melihat fakta tersebut, Gubernur Pramono Anung menilai bahwa pendekatan represif semata tidak akan cukup menyelesaikan masalah yang telah mengakar. Ia memilih pendekatan yang lebih humanis dan kultural melalui inisiasi program Manggarai Berselawat.

“Saya akan menggagas apa yang dinamakan Manggarai Bersholawat. Saya akan undang kelompok-kelompok yang bertikai di sana, ada RW 04, RW 05, RW berapa gitu, duduk bareng,” kata Pramono di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 13 Mei 2025.

Mengenal Program Manggarai Berselawat

Program ini dirancang untuk mempertemukan kelompok-kelompok warga yang sering bertikai ke dalam forum keagamaan. Pertemuan dibangun dengan berselawat bersama sebagai jalan membangun dialog, empati, dan rekonsiliasi. Menurut Pramono, pendekatan ini sangat relevan mengingat mayoritas warga Manggarai beragama Islam dan aktif menjalankan ibadah.

“Salatnya rajin, tapi tawuran juga sering. Sehingga dengan demikian, ini untuk didamaikan bersama-sama,” ujar Pramono.

Ia menilai, akar persoalan tawuran tidak hanya pada konflik antarwarga, melainkan juga disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi masyarakat, terutama generasi muda. Banyak dari mereka yang belum memiliki pekerjaan tetap, kurang memiliki akses terhadap sarana olahraga maupun fasilitas publik, sehingga energi mereka tidak tersalurkan secara positif.

“Energi orang yang mau tawuran itu harus disalurkan. Apakah dengan olahraga, dengan bekerja, dengan beraktifitas, dengan berimprovisasi, dan dengan lebih mendekatkan diri kepada keagamaan,” tutur Pramono.

Manggarai Sebagai Proyek Percontohan

Pramono juga menyatakan bahwa program Manggarai Berselawat akan dijadikan proyek percontohan untuk kemudian dievaluasi dan mungkin diperluas ke wilayah lain yang memiliki masalah serupa.

Ia menekankan bahwa bentuk pelaksanaan selawat bersama ini akan disesuaikan dengan karakter masyarakat setempat, agar tidak hanya menjadi ritual, tetapi juga mampu mengubah pola pikir dan perilaku warga.

“Sebagai Gubernur Jakarta, saya tidak mau ngomongin tempat lain, tetapi saya bertanggung jawab terhadap warga Jakarta untuk memperbaiki itu,” jelas Pramono.

Ia menambahkan, program ini akan melibatkan tokoh agama, majelis taklim, serta pemangku kepentingan lokal agar partisipasi masyarakat terasa inklusif dan menyentuh semua lapisan.

Gubernur dari PDI Perjuangan itu berharap dengan hadirnya ruang kebersamaan bernuansa keagamaan ini, akar konflik sosial yang selama ini memicu kekerasan dalam tawuran Manggarai dapat terurai secara bertahap. Ia pun telah menginstruksikan Wali Kota Jakarta Selatan untuk segera menyiapkan pelaksanaan program.


Ervana Trikarinaputri dan Antara turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Tawuran Manggarai dari Masa ke Masa Sejak 1970-an

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |