Tanggapan Luhut hingga CSIS Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,87 Persen

9 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2025 hanya mencapai 4,87 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini merupakan yang terendah sejak kuartal III tahun 2021, ketika pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 3,53 persen secara tahunan.

Beberapa pejabat dan pengamat turut memberikan komentar atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut yang dianggap berada pada titik terendah setelah 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan

Dikutip dari Antara, Jumat, 9 Mei 2025, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan perlambatan pertumbuhan ekonomi bisa terjadi saat masa transisi pemerintahan, seperti yang pernah terjadi saat pergantian kabinet pada tahun 2014.

"Namun, pola ini sebenarnya bukan hal baru. Pada masa transisi pemerintahan di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi juga sempat berada di bawah 5 persen pada kuartal pertama dan kedua. Jadi, perlambatan semacam ini wajar terjadi dalam masa penyesuaian," kata Luhut melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan.

Ia menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama perlambatan kali ini adalah menurunnya konsumsi pemerintah. Oleh karena itu, percepatan realisasi belanja negara menjadi sangat penting. Luhut juga menyebutkan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif penting untuk mendorong percepatan belanja negara.

Menurutnya, program ini akan memberikan dampak langsung bagi perekonomian, termasuk menggerakkan sektor ekonomi desa seperti petani sayuran, peternak ayam, pedagang telur, serta pelaku UMKM lokal.

Selain faktor konsumsi pemerintah, Luhut juga menyoroti beberapa hal lain yang turut mempengaruhi perlambatan ekonomi, seperti konsumsi rumah tangga yang menurun, investasi yang belum pulih sepenuhnya, tekanan terhadap ekspor karena situasi global, serta ketimpangan pertumbuhan antarwilayah. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya pemerataan dan percepatan pembangunan secara bersamaan.

“Di tengah kondisi seperti ini, kita harus menjaga semangat persatuan. Ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan. Kita butuh aksi nyata, kolaborasi lintas sektor, serta keberanian dalam mengambil keputusan penting,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil melampaui sebagian besar negara tetangga di kawasan ASEAN. Menurutnya, Indonesia hanya berada di bawah Vietnam dalam lingkup ASEAN, dan di tingkat G20, posisinya berada tepat di bawah Tiongkok.

“Ini menunjukkan bahwa di tengah kondisi global yang tidak menentu, perekonomian Indonesia mampu bertahan dan memiliki tingkat ketahanan yang cukup kuat,” ujar Airlangga dalam pernyataan resminya pada Rabu, 7 Mei 2025.

Airlangga menekankan bahwa Indonesia tetap perlu mewaspadai dinamika persaingan global serta penurunan volume perdagangan internasional akibat kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat. Untuk menghadapi tantangan tersebut, ia menilai penting bagi Indonesia untuk memperluas mitra dagang dan memperkuat kolaborasi di tingkat regional.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga menegaskan komitmen Indonesia dalam menuntaskan negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa (IEU-CEPA). Selain itu, Indonesia turut membuka peluang ekspor ke negara-negara yang tergabung dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi capaian pertumbuhan ekonomi dengan mendorong percepatan belanja pemerintah, khususnya untuk pengeluaran yang bersifat produktif. Langkah ini dilakukan untuk mengatur kembali alokasi anggaran agar lebih terarah pada kegiatan yang memberikan dampak ekonomi nyata. “Penyerapan anggaran akan disesuaikan dan dipercepat seiring dengan upaya merancang ulang belanja negara agar lebih produktif,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan persnya pada Rabu, 7 Mei 2025.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa pelaksanaan program-program prioritas yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG), terus diperluas jangkauannya. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan dukungan terhadap sektor perumahan melalui pemberian insentif pajak. Termasuk di dalamnya adalah perluasan sasaran program perumahan dengan menaikkan target Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi lebih dari 220 ribu unit.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Erwin Gunawan Hutapea

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Erwin Gunawan Hutapea menyatakan bahwa investor masih menunjukkan minat untuk berinvestasi di Indonesia. Ia mengakui bahwa sejak awal tahun ini, Bank Indonesia mencatat arus keluar modal asing dalam jumlah besar, khususnya dari pasar saham.

Namun, Erwin menambahkan bahwa dalam beberapa lelang terakhir, mulai terlihat adanya arus masuk kembali ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hal itu disampaikannya kepada wartawan di Kantor Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Mei 2025.

Erwin menyampaikan bahwa masuknya modal melalui lelang surat berharga menjadi indikator pulihnya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia. Ia juga menegaskan bahwa Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah serta memastikan instrumen keuangan tetap terjaga dengan baik.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance Rizal Taufikurahman

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance Rizal Taufikurahman menyebutkan, melemahnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I disebabkan oleh penurunan konsumsi masyarakat. Selain itu, sektor investasi yang menyumbang 28,03 persen terhadap PDB juga mengalami perlambatan. Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan investasi hanya mencapai 2,1 persen.

“Kinerja ini mencerminkan bahwa pelaku usaha masih merasakan ketidakpastian, sehingga cenderung menunda ekspansi bisnis,” kata Taufik.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah masih kurang optimal dalam memberikan stimulus untuk mendorong konsumsi masyarakat. Menurutnya, perbaikan iklim investasi juga masih terbatas. “Bahkan muncul wacana yang justru bertentangan dengan upaya perbaikan, seperti pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” ujar Bhima.

Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat

Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat berpendapat, target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen pada tahun 2025 sulit tercapai tanpa percepatan kebijakan dalam waktu dekat. “Untuk mencapai target tersebut, pertumbuhan pada kuartal II hingga IV harus jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal I,” ujar Achmad dalam pernyataan tertulisnya pada Selasa, 6 Mei 2025.

Ia menekankan bahwa pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja infrastruktur, memperkuat program padat karya, memperluas insentif untuk sektor manufaktur dan UMKM, serta menyederhanakan birokrasi investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi moneter, ia menambahkan, suku bunga perlu dijaga agar konsumsi rumah tangga tetap terjaga.

Peneliti Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan

Peneliti Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menyatakan bahwa perekonomian Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2025 hanya mencapai 4,87 persen secara tahunan (yoy), yang menunjukkan pelambatan di bawah 5 persen.

ia menjelaskan, kondisi enam bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan menjadi penentu bagi prospek ekonomi ke depan. "Saat ini, kesimpulan yang bisa kami sampaikan adalah perekonomian belum sepenuhnya suram, tetapi awan mendung sudah mulai terlihat," katanya dalam media briefing CSIS pada Rabu, 7 Mei 2025.

CSIS juga mencatat bahwa ekonomi pada triwulan I 2025 mengalami kontraksi sebesar minus 0,98 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (q on q). Dari sisi permintaan, Deni menyebutkan bahwa penurunan ini dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi rumah tangga, yang hanya tumbuh 4,89 persen. "Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 55 persen dari total PDB kita," tambahnya.

Annisa Febiola, Anastasya Lavenia Y, dan Ananda Ridho Sulistya ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |