Supermarket dan Ritel Berguguran di Indonesia: GS Supermarket hingga Giant

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - GS Supermarket atau dikenal juga dengan GS The Fresh resmi mengumumkan penutupan operasionalnya di Indonesia pada akhir Mei 2025.

Dalam unggahan akun Instagram resminya, @gssupermarketid, pihak manajemen mengingatkan pelanggan untuk segera menukarkan poin belanja sebelum 31 Mei 2025. Kolom komentar pun dipenuhi ucapan perpisahan, sebagian besar mengungkapkan kesedihan dan harapan agar GS bisa kembali hadir dengan konsep baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GS The Fresh merupakan bagian dari ritel Korea Selatan yang menawarkan konsep pasar gaya hidup dengan mengedepankan produk segar dan pelayanan ramah. Namun, perubahan pola belanja masyarakat Indonesia, dari belanja mingguan menjadi harian, membuat format ritel seperti ini mulai kehilangan relevansi.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut ada dua faktor utama di balik penutupan toko-toko ritel ini, yakni persaingan dengan e-commerce dan perubahan gaya hidup konsumen.

"Peritel atau pusat perbelanjaan yang hanya berfungsi sebagai tempat berbelanja tidak akan sukses," ujarnya pada 8 Mei 2025.

Namun, GS bukanlah satu-satunya pemain besar yang harus menutup gerainya. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah ritel ternama lainnya juga gulung tikar akibat perubahan perilaku konsumen, meningkatnya dominasi belanja online, serta ketatnya persaingan pasar.

Giant store. Istimewa

1. Giant

Giant adalah salah satu nama besar dalam industri swalayan Indonesia yang harus mengakhiri perjalanannya. Di bawah naungan Hero Group, Giant resmi menutup seluruh gerainya pada 1 Agustus 2021. Penutupan ini menjadi puncak dari krisis berkepanjangan yang dialami Giant sejak 2019, ketika beberapa gerainya mulai ditutup karena terus merugi.

Giant sempat menjadi pilihan utama untuk belanja bulanan masyarakat dengan dua konsep utamanya, yaitu Giant Ekstra dan Giant Ekspres. Namun, dengan makin berkembangnya e-commerce dan bergesernya perilaku konsumen, Giant kesulitan bersaing. Sebagian gerai bahkan akan dikonversi menjadi IKEA dan Guardian, dua brand yang dianggap lebih relevan oleh Hero Group

2. 7-Eleven

7-Eleven (Sevel) sempat sangat populer di kalangan anak muda Indonesia. Konsep convenience store yang dilengkapi dengan tempat duduk dan WiFi gratis menjadikan Sevel sebagai tempat nongkrong yang digemari. Namun, setelah larangan penjualan minuman keras di ritel modern diterapkan, daya tarik Sevel mulai memudar.

Penurunan penjualan membuat PT Modern Sevel Indonesia menjual waralaba ini ke PT Charoen Pokphand Restu Indonesia pada 2017 dengan nilai Rp 1 triliun. Banyak gerai Sevel akhirnya tutup karena tak lagi mampu menarik cukup banyak pelanggan. Kombinasi antara regulasi ketat dan perubahan preferensi konsumen jadi penyebab utama kejatuhan ritel ini.

3. Centro

Centro Department Store yang berada di bawah pengelolaan PT Tozy Sentosa juga tak mampu bertahan. Setelah menghadapi gugatan pailit dari para pemasoknya, Centro resmi menutup gerai terakhirnya di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta, pada 2021.

Dengan status pailit, Centro terpaksa angkat kaki dari pasar Indonesia setelah beroperasi selama lebih dari 15 tahun. Tak hanya karena pandemi, namun juga tekanan dari kompetitor ritel dan e-commerce menyebabkan penurunan signifikan dalam performa penjualan.

4. Golden Truly

Golden Truly adalah pusat perbelanjaan legendaris di Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Pasar modern ini resmi berhenti beroperasi secara fisik pada 1 Desember 2020. Meskipun tokonya tutup, manajemen memutuskan untuk tetap melanjutkan operasionalnya melalui jalur online.

Dengan menggandeng Tokopedia dan Shopee, Golden Truly berusaha tetap eksis di dunia digital. Ini menjadi salah satu contoh adaptasi ritel tradisional terhadap perubahan cara belanja masyarakat.

    Achmad Ghiffary Mannan, Andika Dwi, dan Setiawan turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
    Read Entire Article
    International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |