Mengapa Indeks Manajer Pembelian Manufaktur April 2025 Anjlok

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Indeks manajer pembelian manufaktur atau yang biasa disebut Purchasing Manager's Indeks (PMI) Indonesia mulai mencemaskan. Data April 2025 menunjukkan, PMI Indonesiamenurun signifikan sebesar 5,7 poin menjadi ke level 46,7 atau terburuk sejak Covid 2022.

Apakah artinya PMI yang turun ini dalam perekonomian Indonesia? PMI atau biasanya secara lengkap disebutkan sebagai Purchasing Manager's Index (PMI) Manufacture adalah indikator perekonomian untuk menilai kondisi dan perkembangan sektor manufaktur di suatu negara. Dengan adanya indeks ini, para ekonom dan pelaku usaha bisa melihat arah dan kekuatan ekonomi secara menyeluruh.

Perhitungan indeks ini dilakukan dengan metode survei terhadap para manajer pembelian di berbagai perusahaan setiap bulan. Data yang dikumpulkan mengenai pesanan baru, volume produksi, jumlah tenaga kerja, waktu pengiriman, dan tingkat persediaan. Setelah dihitung lalu kemudian dibuat indeks dari skala 0 hingga 100.

Indeks PMI yang berada di atas angka 50 mencerminkan adanya kegairahan perekonomian. Ini menunjukkan perusahaan aktif untuk berproduksi sehingga disebut sebagai angka ekspansif. Sementara bila indeksnya berada dibawah level 50 maka disebut sebagai angka kontraksi. Artinya, perusahaan mengerem pembelian barang-barang untuk produksi.

Sesuai laporan S&P Global, PMI Indonesia berada di zona ekspansi selama empat bulan beruntun sejak Desember 2025. Pada Maret 2025 indeks manufaktur masih berada di level 52,4. Lalu di bulan April 2025, PMI Indonesia berada di level 50. S&P mencatat kontraksi ini menandakan penurunan paling signifikan pada kondisi bisnis sejak bulan Agustus 2021.

Lembaga pemeringkat utang ini mengatakan, penurunan tajam ini disebabkan oleh melemahnya produksi dan permintaan baru baik dari pasar domestik maupun luar negeri. Situasi ini menjadi kontraksi pertama sejak lima bulan terakhir dan merupakan yang terburuk sejak Indonesia menghadapi lonjakan kasus Covid varian Delta pada Agustus 2021.

Perlambatan aktivitas bisnis ini mendorong banyak perusahaan mengambil langkah penyesuaian, seperti mengurangi pembelian bahan baku dan mengurangi jumlah pekerja. Untuk menghemat biaya dan menyeimbangkan produksi dengan permintaan yang menurun, pelaku usaha juga mengandalkan stok yang ada guna menyelesaikan proses produksi dan memenuhi pesanan lama.

Selain permintaan yang melemah, tekanan eksternal turut memperburuk kondisi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan 0,24% selama April 2025, dan secara akumulatif telah melemah lebih dari 3% sepanjang tahun. Akibatnya, biaya impor bahan baku meningkat, memaksa produsen menaikkan harga jual agar tetap menjaga margin keuntungan. Namun, kenaikan harga ini berisiko menekan daya beli konsumen di tengah permintaan yang sedang lesu.

Usamah Bhatti, ekonom dari S&P Global Market Intelligence memprediksi jangka pendek sektor manufaktur Indonesia masih menghadapi ketidakpastian besar. Tekanan dari sisi biaya dan turunnya permintaan membuat pelaku usaha harus beradaptasi dengan kondisi pasar yang belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam waktu dekat.

Ilona Estherina turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Konsumsi Rumah Tangga Melambat di Kuartal I 2025, meski Ada Momen Lebaran

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |