Kronologi 15 Mahasiswa Trisakti Jadi Tersangka Penghasutan

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya menahan 15 mahasiswa  Universitas Trisakti, yang berunjuk rasa memperingati 27 tahun Reformasi, Selasa sore, 20 Mei 2025. Mereka merupakan bagian dari 93 mahasiswa yang sebelumnya ditangkap polisi ketika unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta.

Namun polisi membantah menangkap para mahasiswa. Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, polisi hanya 'mengamankan' pengunjuk rasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ade, ada 93 pengunjuk rasa yang 'diamankan' oleh pihak kepolisian karena dinilai telah membuat ricuh dengan memaksa menerobos barikade hingga menyerang aparat.

"Dibawa ke Polda Metro Jaya untuk pendataan, dan sejak kemarin dilakukan pendalaman," ujar Ade kepada para wartawan.

Menurut Ade, demo mulai ricuh sekitar pukul 16.38 WIB ketika demonstran mencoba mendobrak gerbang pintu keluar kompleks Balai Kota Jakarta, yang dijaga petugas.

"Kan sudah disiapkan lokasinya di depan pintu masuk, tapi malah memaksa menerobos melalui pintu keluar," ujarnya.

Selain itu, Ade juga menyebut para demonstran melakukan kekerasan terhadap beberapa petugas yang sedang mengamankan unjuk rasa.

"Rombongan aksi menyerang petugas kepolisian Direktorat Samapta Polda Metro Jaya yang sedang bertugas. Sehingga mengakibatkan 7 anggota luka-luka," kata Ade.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Relasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen, mengatakan penangkapan mahasiswa lantaran aksi yang dilaksanakan pada Selasa sore itu berujung bentrokan dengan polisi.

Menurut Wildan, bentrokan itu terjadi saat mahasiswa berusaha untuk memasuki kawasan Balai Kota, tetapi dihalangi oleh polisi. “Pada situasi itu ada semacam represifitas dari aparat,” kata Wildan saat dihubungi Tempo pada Selasa malam.

Para mahasiswa menggelar aksi demo untuk memperingati 27 tahun Tragedi Kelam 12 Mei 1998. Insiden itu merenggut nyawa empat mahasiswa Universitas Trisakti yakni Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka gugur saat menggelar aksi damai menuntut reformasi pada era Oorde Baru. Dalam aksi di depan Balai Kota, mahasiswa menuntut keadilan bagi korban Tragedi Trisakti yang gugur di tangan aparat negara.

Janji Dipulangkan, Muncul Surat Penahanan

Menurut Direktur Amnesty Indonesia Usman Hamid, keseluruhan demonstran yang ditangkap merupakan mahasiswa Universitas Trisakti. Salah satu di antaranya adalah Presiden Mahasiswa Trisakti Faiz Nabawi.

Sebelumnya viral di media sosial aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Trisakti ricuh. Terlihat saling dorong dan saling pukul antara demonstran dengan aparat kepolisian.

Usman Hamid bersama tim Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Trisakti mendapatkan dua penjelasan dari penyidik kepolisian menyoal kejelasan status mahasiswa yang ditahan itu.

Usman mengatakan, pertama, awalnya jelas bahwa semua mahasiswa akan dipulangkan, termasuk yang berstatus tersangka. Namun tidak ada kepastian hingga dini hari. Kedua, waktu Jumat subuh muncul surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan.

"Jumat dini hari, 23 Mei 2025, muncul surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan terhadap mereka untuk 20 hari ke depan," kata Usman kepada Tempo saat dikonfirmasi Jumat.

Menurut Usman, perubahan status itu disampaikan langsung oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya kepada tim pendamping hukum. Selain surat penahanan, kata dia, penyidik juga menerbitkan Surat Perintah Pengiriman Tersangka dan Barang Bukti (SPPD) ke kejaksaan.

“Penahanan dilakukan dengan menimbang pasal-pasal yang dinilai memiliki ancaman pidana serius seperti 160, 170, 351 KUHP, dan seterusnya, maupun alasan subyektif seperti dikhawatirkan melarikan diri,” ujarnya.

Pasal 160 mengatur tentang tindak pidana penghasutan atau mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan pidana, kekerasan terhadap penguasa. Ancaman pidana untuk pelanggaran pasal ini adalah penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.

Pasal 170 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, yaitu tindakan melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama dan terang-terangan. Ancaman hukuman untuk tindak pidana ini adalah penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Pasal 351 KUHP mengatur tentang tindak pidana penganiayaan. Secara umum, pasal ini mengatur tentang penganiayaan yang tidak menimbulkan luka berat atau kematian, dan ancaman hukumannya adalah penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500

Orang Tua Tidur di Kantor Polisi

Indah, salah satu orang tua mahasiswa, mengatakan bahwa dirinya dan sejumlah keluarga lain sudah menunggu sejak Kamis malam di lobi Direktorat Reserse Kriminal Umum. “Mohon doanya kawan-kawan, ke-15 mahasiswa Trisakti masih belum boleh pulang,” katanya dalam pernyataan tertulis.

Usman yang turut mendampingi para mahasiswa menyatakan, belasan orang tua sempat tertidur di lobi karena menunggu kabar kepulangan anak mereka. “Iya benar. Mbak Indah dan beberapa orang tua mahasiswa lainnya pagi tadi tertidur di sofa lobi Direskrimum,” kata dia.

Usman sebelumnya mengonfirmasi bahwa 15 mahasiswa Trisakti telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis.

Permohonan Penangguhan

Tim pendamping hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Trisakti dan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap 15 mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Selain membantu dalam hal berkas pemeriksaan seperti BAP, kami juga mencoba mengajukan permohonan penangguhan penahanan sejak semalam,” kata Usman Hamid kepada Tempo saat dihubungi Jumat, 23 Mei 2025.

Menurut Usman, Kamis malam terdapat sedikitnya enam orang dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Trisakti yang mendampingi mahasiswa di Polda Metro Jaya. Selain itu, beberapa orang dari TAUD juga turut hadir sejak Rabu malam.

Koordinasi dengan penyidik, kata Usman, berlangsung cukup terbuka dan dinamis. Namun, ia mengakui bahwa pendampingan terhadap mahasiswa belum bisa dilakukan secara menyeluruh.

“Memang tak semua mahasiswa yang diperiksa didampingi penasihat hukum selama tanya jawab dalam pemeriksaan dan itu karena memang jumlah penasihat hukum yang terbatas dibanding jumlah yang diperiksa,” ujarnya.

Oyuk Ivani Siagian, Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |