Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Kejaksaan (Komjak) menyebut langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) yang tak kunjung mengeksekusi Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina bisa menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia.
Komisioner Komjak Nurokhman mengatakan putusan penahanan 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Silfester itu sudah inkrah.
Artinya, eksekusi bisa langsung dilakukan, meskipun saat ini Silfester tengah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu sudah inkrah, jadi harus dieksekusi, meskipun ada PK tidak menghalangi eksekusi," kata Nurokhman saat dikonfirmasi, Selasa (12/8).
"Justru kalau nunggu PK, itu jadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia ke depan, bisa jadi semua terpidana minta eksekusi nunggu putusan PK, kita berharap sebelum sidang PK sudah dieksekusi," sambungnya.
Disampaikan Nurokhman, pihaknya bakal berkomunikasi dengan Kejari Jaksel terkait proses eksekusi terhadap Silfester tersebut.
"Kita akan datang ke Kejari Jaksel, menanyakan problemnya di mana, semoga dalam waktu tidak lama segera dieksekusi," ucap dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menyebut permohonan PK yang diajukan Silfester tidak menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan terkait vonis penjara itu.
"Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan, Senin (11/8).
Namun, Anang tak menjelaskan lebih lanjut ihwal eksekusi terhadap Silfester. Kata dia, itu merupakan kewenangan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
"Itu kewenangan Kejari Jakarta Selatan. Coba nanti dipastikan, apakah sudah ada permohonan PK-nya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau sekalian dicek apakah ditembuskan kepada Kejaksaan Jakarta Selatan," tutur dia.
Kasus menjerat Silfester terjadi setelah anak dari Jusuf Kalla, Solihin Kalla melaporkan Silfester pada 2017 terkait dugaan fitnah yang diucapkannya dalam orasi.
Video saat Silfester berorasi saat itu beredar di media sosial. Dalam orasinya itu, Silfester menuding Wapres JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Ia kemudian dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah melalui media sebagaimana tertuang dalam pasal 310 KUHP, 311 KUHP, serta pasal 27 dan 28 UU nomor 8 tahun 2011 tentang ITE.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.
Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi itu belum juga dieksekusi.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Silfester untuk mengklarifikasi isu ini, namun yang bersangkutan belum merespons.
(dis/isn)