Kemenkes Respons Seruan 158 Guru Besar FKUI: Kolegium Lebih Independen

8 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan menanggapi seruan 158 guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang menyatakan prihatin terhadap kebijakan kesehatan nasional. Kemenkes menilai kekhawatiran yang disampaikan oleh ratusan guru besar itu adalah wujud kebebasan berekspresi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman menyatakan bahwa seluruh kebijakan yang dirumuskan Kemenkes merupakan upaya mengatasi masalah mendasar dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Aji pun mengklaim penyusunan kebijakan dan pelaksanaan programnya melibatkan dokter-dokter lulusan FKUI. 

"Termasuk beberapa ketua kolegium yang juga merupakan alumni FKUI yang aktif berdiskusi dengan Kemenkes," ujar Aji dalam keterangan resmi pada Jumat, 16 Mei 2025. Aji juga berujar posisi kolegium saat ini lebih independen dibanding sebelumnya. 

Menurut Aji sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disahkan, kolegium kedokteran berada di bawah organisasi profesi. Saat ini dengan menjadikan kolegium sebagai alat kelengkapan Konsil Kesehatan Indonesia maka independensinya lebih terjaga karena bertanggung jawab langsung kepada presiden. 

"Dengan demikian kolegium tidak berada di bawah Kemenkes," kata Aji. Ia juga menjamin proses pemilihan anggota kolegium yang ditetapkan pada Oktober 2024 dilakukan secara transparan. Dengan cara tenaga medis memilih langsung anggota kolegium.

Lebih lanjut, Aji menyadari bahwa reformasi sistem kesehatan melalui UU Nomor 17 Tahun 2023 itu dapat menimbulkan perdebatan dan kesalahpahaman. Sehingga ia menjanjikan Kemenkes membuka ruang diskusi dan terbuka dalam kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. 

Sebanyak 158 guru besar FKUI menyatakan prihatin terhadap kebijakan kesehatan nasional dan pendidikan kedokteran yang dijalankan Kementerian Kesehatan. Guru Besar FKUI, Siti Setiati, menilai kebijakan pemerintah saat ini berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis.

Siti turut menyoroti ihwal penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas. Ratusan guru besar FKUI menilai pelaksanaan itu sepatutnya memerlukan kerja sama dengan fakultas kedokteran. Menurut dia, pendidikan kedokteran tanpa sinergi yang baik justru menimbulkan ketimpangan kualitas antardokter.

Keprihatinan lainnya ihwal kondisi kolegium kedokteran yang saat ini. Siti mengatakan, seharusnya kolegium kedokteran itu dijaga independensinya untuk melindungi mutu serta kompetensi profesi. "Kolegium harus tetap mandiri dan bebas dari intervensi kebijakan yang tidak berbasis akademik maupun kepentingan jangka pendek," ujarnya saat membacakan pernyataan sikap 158 Guru Besar FKUI di Gedung FKUI, Jakarta, pada Jumat, 16 Mei 2025..

Belakangan ini mencuat dugaan pembentukan kolegium kedokteran tandingan oleh Kementerian Kesehatan. Dugaan itu beredar setelah sejumlah dokter anak dimutasi secara sepihak. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menduga mutasi terhadap sejumlah dokter yang juga merupakan pengurus IDAI itu berhubungan dengan sikap organisasi mengenai pengambilalihan kolegium.

IDAI sebelumnya menentang keputusan Kementerian Kesehatan membentuk kolegium. Mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Piprim menyebutkan kolegium seharusnya bersifat independen dan dibentuk oleh kelompok ahli tiap disiplin ilmu kesehatan.

Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Guru Besar FKUI Jelaskan Dampak Bila Kolegium Kedokteran Dilemahkan

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |