Jakarta (ANTARA) - Tanggal 16 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Ozon Sedunia. Tema yang diambil pada peringatan Hari Ozon Sedunia Tahun 2025 oleh United Nations Environment Programme (UNEP) ialah "dari Sains ke Aksi Global".
Hari Ozon Sedunia diperingati untuk mengambil tindakan perlindungan terhadap ancaman penipisan lapisan ozon yang diakibatkan oleh zat-zat perusak ozon dari berbagai aktivitas manusia.
Hari Ozon Sedunia juga dimaknai sebagai pengingat akan pentingnya menjaga lapisan ozon bagi kehidupan di bumi yang berfungsi sebagai pelindung radiasi sinar ultraviolet (UV) berbahaya dari matahari mencapai permukaan bumi.
Kegiatan manusia, seperti penggunaan gas klorofluorokarbon (CFC) pada produk seperti aerosol, lemari pendingin, dan air conditioner (AC), yang menyebabkan molekul ozon di atmosfer dapat terpecah sehingga terjadi penipisan lapisan ozon atau yang kerap disebut dengan “lubang ozon”.
Baca juga: KLHK mengajak warga untuk melindungi lapisan ozon
Penipisan lapisan ozon membawa dampak serius bagi kehidupan di bumi. Bagi manusia, paparan sinar UV yang berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan serius seperti katarak, kanker kulit, mutasi genetik, hingga penurunan kekebalan tubuh yang membuat seseorang lebih rentan terserang penyakit.
Penipisan lapisan ozon juga membawa ancaman terhadap lingkungan. Organisme mikroskopis Fitoplankton di lautan yang menjadi penyerap karbon dioksida sekaligus fondasi rantai makanan laut sangat rentan terhadap paparan radiasi ultraviolet sehingga dapat berdampak pada terganggunya rantai makanan biota laut yang lebih luas.
Sementara bagi tumbuhan, radiasi ultraviolet yang lebih kuat dengan menipisnya lapisan ozon dapat menyebabkan perubahan pada molekul tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman, merusak jaringan daun, dan dapat menurunkan hasil panen pertanian.
Sejarah Hari Ozon Sedunia
Peringatan Hari Ozon Sedunia sendiri berangkat dari Protokol Montreal tentang Zat-Zat Perusak Lapisan Ozon (Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer) yang ditandatangani di Montreal, Kanada, pada 16 September 1987.
Protokol ini berisi kesepakatan negara-negara di dunia untuk secara bertahap menghentikan produksi dan konsumsi bahan-bahan kimia yang merusak lapisan ozon, terutama klorofluorokarbon (CFC), halon, dan hampir 100 bahan kimia buatan manusia atau zat perusak ozon lainnya.
Pada tanggal 16 September 2009, Konvensi Wina dan Protokol Montreal menjadi perjanjian internasional yang mencapai ratifikasi universal oleh seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mengutip Ozone Secretariat UNEP, para pihak dalam Protokol Montreal akan bertemu setahun sekali untuk membuat keputusan guna memastikan keberhasilan implementasi perjanjian tersebut, termasuk di dalamnya mencakup penyesuaian atau amendemen.
Baca juga: KLHK sebut pengendalian HFC tingkatkan daya saing industri nasional
Protokol Montreal telah dilakukan amendemen sebanyak enam kali sejak awal terbit. Adapun amandemen terbaru ialah Amandemen Kigali, yang meminta penghapusan hidrofluorokarbon (HFC) secara bertahap pada tahun 2016.
HFC sendiri sebelumnya digunakan sebagai pengganti sejumlah zat perusak ozon di dalam Protokol Montreal awal. Meskipun tidak merusak lapisan ozon, HFC merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Upaya negara-negara di dunia dalam mengimplementasikan protokol tersebut pun telah membawa kemajuan sehingga lapisan ozon sedang dalam proses pemulihan.
Meski demikian, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam pesan resminya terkait Hari Ozon Sedunia tahun ini mengingatkan ancaman kenaikan suhu global melampaui ambang batas 1,5°C dibandingkan masa pra-industri (tahun 1850) yang dapat membawa dampak kehancuran.
Untuk itu, Guterres mendesak Pemerintah untuk sepenuhnya meratifikasi dan mengimplementasikan Amandemen Kigali terhadap protokol yang berkomitmen untuk mengurangi secara bertahap HFC, yang menjadi gas rumah kaca kuat dalam penggunaan teknologi pendinginan.
Baca juga: DLH DKI: Ada penurunan 86,47 ton emisi karbon pada Hari Ozon Sedunia
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.