Gereja HKBP Serukan Tutup Pabrik Toba Pulp Lestari Karena Picu Krisis Ekologi dan Sosial

6 hours ago 3

TEMPO.CO, Medan - Ephorus atau pimpinan tertinggi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pendeta Victor Tinambunan menyerukan penutupan pabrik pulp PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang berlokasi di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Tinambunan menyatakan menyampaikan seruannya itu sebagai bagian dari masyarakat yang tinggal di Tanah Batak dan Pimpinan Gereja HKBP yang beranggotakan sekitar 6,5 juta jiwa--sebagian besar bermukim di kawasan Danau Toba.

"Bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis seperti banjir bandang yang berulang kali terjadi, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim," kata Tinambunan kepada Tempo, Sabtu 10 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, bencana banjir bandang telah berulang kali menerjang kota wisata Parapat, Kabupaten Simalungun, yang menjadi gerbang kawasan Danau Toba. Kota Parapat dikelilingi konsesi hutan eukaliptus milik PT TPL. Teranyar, banjir bandang melumpuhkan Parapat pada Maret lalu. 

Alat berat dikerahkan membersihkan sisa bencana banjir bandang di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada akhir Maret 2025. Banjir bandang yang merusak sekitar 50 rumah di kawasan wisata Danau Toba itu terjadi tepatnya pada 16 Maret 2025. Foto/Dok. KSPPM

Tinambunan menambahkan, HKBP dan gereja lainnya tidak menginginkan konflik terjadi antara masyarakat dan PT TPL dalam pengelolaan sumber daya alam. Konflik itu ditandai dengan jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya sebagian lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antarwarga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan.

Catatan Tempo, setidaknya ada dua konflik yang pernah menjadi sorotan media dalam tiga tahun terakhir saja, yakni yaitu penculikan dan bentrok dengan polisi. Penculikan dialami lima warga Desa Sihaporas, Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, pada Juli 2024, buntut konflik berkepanjangan warga dan TPL.

Sedangkan bentrok Warga Sihaporas dan polisi terjadi pada 2022. Bentrokan terjadi setelah warga desa berusaha memblokir jalan masuk ke lahan yang merupakan wilayah adat Desa Sihaporas selama 11 generasi, tapi diklaim sebagai bagian dari konsesi PT TPL. 

Menurut Tinambunan, semua kejadian jelas bukan sekadar dampak insidental, tetapi  jejak panjang dari konflik yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat. "Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini di kawasan PT TPL, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada pemilik dan pimpinan PT TPL agar menutup operasional sesegera mungkin," katanya. 

Direktur PT TPL Jandres Silalahi membantah tudingan TPL penyebab kerusakan ekologis dan sosial. Justru sebaliknya, TPL, versi Jandres, selama ini memiliki komitmen kuat terhadap pelestarian lingkungan dan pembangunan sosial di wilayah operasionalnya.

Manajemen, ujar Jandres, juga secara rutin menyampaikan laporan tahunan kepada pemangku kepentingan dan instansi pemerintah. Bahkan, pada 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disebutnya telah melakukan audit komprehensif terhadap operasional TPL. "Hasilnya menyatakan bahwa TPL taat terhadap seluruh regulasi yang berlaku," katanya.

Jandres mengaku, TPL diaudit secara menyeluruh termasuk aspek sosial dan ekologis. Hasilnya, perusahaan pulp itu memenuhi ketentuan hukum. 

Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi di depan Kementerian Koordiator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Rabu, 24 November 2021. Aksi tersebut menyampaikan tuntutan agar Kemenko Kemaritiman dan Investasi mencabut izin konsesi PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) dari wilayah adat serta menghentikan kriminalisasi kepada masyarakat adat Tano Batak. TEMPO/Muhammad Hidayat

Terhadap dugaan kontribusi terhadap banjir bandang di Parapat, Jandres juga membantahnya. Versi dia, lokasi banjir bandang Maret lalu berjarak sekitar empat kilometer dari konsesi TPL dan masih terhalang kawasan hutan lindung. "Ternyata tidak terbukti secara ilmiah," katanya.

Sebelumnya, sebuah ekspedisi yang dilakuan Pendeta Jurito Sirait dan rekannya, antara lain Dosen Isu dan Kebijakan Lingkungan di Program Studi Administrasi Publik Universitas HKBP Nommensen Dimpos Manalu, menemukan keterkaitan antara banjir bandang dan konsesi PT TPL. "Titik awal longsor yang menyebabkan banjir bandang Parapat hanya berjarak sekitar 2,33 kilometer dari konsesi TPL, bukan 4 kilometer seperti klaim TPL," kata Dimpos.

Hasil riset Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), AURIGA, AMAN Tano Batak, dan Jaringan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara disebutnya memperkuat keterkaitan banjir bandang Parapat dengan kegiatan PT TPL. Riset tersebut mengungkapkan bahwa sepanjang 2000-2023 telah terjadi penurunan luas hutan alam Parapat kawasan Danau Toba seluas 6.503 hektare di lima kecamatan sekitar Parapat. 

Pada periode yang sama dengan deforestasi hutan alam itu, terjadi peningkatan kebun kayu eukaliptus seluas 6.503 hektare.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |