Fakta-fakta Mahasiswa UGM Kemah untuk Unjuk Rasa di Depan Gedung Rektorat

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar unjuk rasa dengan cara berkemah di depan Balairung atau gedung rektorat UGM, Yogyakarta sejak Rabu, 14 Mei 2025. Kemah itu menyuarakan kekhawatiran masuknya militerisme ke kampus hingga tuntutan penyelesaian masalah kekerasan seksual di kampus biru itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi mendirikan tenda sebagai protes yang damai ini kali kedua mereka lakukan. Setahun yang lalu pada bulan yang sama, mereka mendirikan tenda untuk memprotes iuran pengembangan institusi (IPI) atau uang pangkal.

Berikut fakta-fakta aksi kemah mahasiswa UGM 2025:

Kemah Berlangsung Selama 3 Hari

Kemah mahasiswa yang terdiri dari berbagai fakultas dan prodi UGM itu berlangsung selama tiga hari. Perwakilan aliansi, Halimah, mengatakan kemah dilakukan bertujuan untuk mengganggu agar kampus tak bergeming. “Ini okupasi lahan. Tujuannya memang mengganggu dan menekan rektorat agar memenuhi tuntutan,” kata dia kepada Tempo pada Jumat, 16 Mei 2025.

Selain berorasi, aliansi mahasiswa yang bertahan di tenda juga menggelar berbagai kegiatan seperti membaca, menulis jurnal, membuka lapak zine atau buletin, membaca tarot, bermain sepak bola, catur, kelas photoshop, pertunjukan musik perlawanan, menyalakan api unggun, dan bernyanyi dengan tajuk Acara Asik.

Tuntut Kampus Tolak Militerisme hingga Selesaikan Kekerasan Seksual

Melalui akun Instagram @aliansimahasiswaugm, mereka menjelaskan sembilan tuntutan melalui Instagram dengan menyertakan foto Rektor UGM Ova Emilia. Beberapa di antaranya adalah mendesak pejabat rektorat menolak militerisme kampus, dan menuntut transparansi penggunaan pungutan biaya pendidikan atau uang kuliah tunggal (UKT) dan iuran pengembangan institusi atau IPI.

Selain itu, mahasiswa juga menuntut pencabutan berbagai kebijakan yang merugikan mahasiswa dan pekerja kampus karena efiensi anggaran pemerintah pusat, hingga meminta Rektorat bertanggung jawab atas carut-marut penyelesaian kasus kekerasan seksual. 

Kritik Kampus yang Lebih Responsif terhadap Kontroversi Ijazah Palsu Jokowi

Aliansi juga mengkritik pejabat rektorat yang lebih sibuk merespons kontroversi ijazah palsu mantan presiden, Joko Widodo, ketimbang persoalan krusial seperti menyelesaikan kasus kekerasan seksual.

Data Biro Humas dan Protokol UGM menunjukkan terdapat 13 kasus kekerasan seksual pada periode Januari-Maret 2025. Setahun sebelumnya, UGM menangani 52 kasus. Pada periode 2020-2023, tercatat 79 kasus. Dari data tersebut, sebanyak 30 kasus telah selesai ditangani. Kasus teranyar, belasan mahasiswa Fakultas Farmasi mengalami kekerasan seksual.

Pelakunya guru besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto yang telah dipecat sebagai dosen. Tapi, Edy Meiyanto hingga kini belum dilaporkan ke kepolisian. Selain Edy Meiyanto, ada dua profesor yang terseret kasus kekerasan seksual.

Petugas Keamanan UGM Sempat Larang Mahasiswa Kemah 

Saat hendak mendirikan kemah pada Rabu, 14 Mei 2025, petugas keamanan melarang mahasiswa di depan gedung rektorat dengan alasan atas perintah pejabat rektorat. Petugas berdalih Balairung harus steril karena sedang banyak kegiatan. Petugas meminta mahasiswa berkemah di depan Grha Sabha Pramana atau GSP Mahasiswa berupaya bernegosiasi untuk tetap bertahan di depan Balairung.

Adu mulut antar-mahasiswa dan petugas tak terhindarkan. Mereka tetap menembus petugas yang menghalangi. Mereka mengangkut perlengkapan kemah seperti besi dan terpal besar. Sebagian mahasiswa mengalami luka ringan di tangannya. Mereka berhasil memasang tenda berukuran besar yang bisa menampung puluhan mahasiswa di bawah guyuran hujan yang deras. Semula mereka menyiapkan empat tenda. 

Mahasiswa memasang satu tenda jumbo yang bertuliskan pindahkan kelas bersama rakyat UGM full melawan. Puluhan mahasiswa bertahan di tenda dan menyalakan api unggun. “Kami akan terus bertahan hingga tuntutan kami dipenuhi. Kalau perlu berhari-hari sampai menang,” kata salah satu peserta unjuk rasa, Halimah.

Dosen FH Sebut Rektorat UGM Hilangkan Simbol Perlawanan karena Larang Mahasiswa Kemah

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta I Gusti Agung Made Wardana menyayangkan petugas keamanan di lingkungan UGM yang melarang Aliansi Mahasiswa UGM berkemah di depan Balairung atau Gedung Rektorat UGM. 

Larangan berkemah di Balairung, menurut Igam, panggilan akrab I Gusti Agung Made Wardana merupakan taktik rektorat untuk menghilangkan simbolisasi Balairung sebagai perlawanan mahasiswa. Dia menyebut insiden itu sebagai taktik keruangan. “Tidak ada alasan yang jelas kenapa Balairung harus steril dari kemah mahasiswa,” kata Igam ditemui di Balairung UGM.

Respons Rektorat

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito menyebutkan aksi kemah Aliansi Mahasiswa UGM di depan gedung rektorat merupakan sikap kritis mahasiswa. Dia menyebutkan UGM berkomitmen menciptakan kampus yang aman dan nyaman dalam pembelajaran di kampus.

UGM berupaya menangani kekerasan seksual sesuai koridor aturan yang transparan, akuntabel, memegang prinsip keadilan, dan humanis. Ihwal situasi politik nasional, termasuk kekhawatiran munculnya gejala remiliterisasi, kata dia, merupakan hal yang wajar.

“Itu bagian dari sikap kritis mahasiswa dalam merespon masalah dengan perspektif mahasiswa,” kata Arie saat dihubungi pada Rabu, 14 Mei 2025.

Shinta Maharani berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |