TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat sebanyak 1.967 orang calon aparatur sipil negara atau CASN mengundurkan diri setelah lolos seleksi. Jumlah CASN yang mundur mencapai 12 persen dari total 16.167 pelamar yang masuk.
"Yang banyak mengundurkan sesungguhnya hasil optimalisasi," ujar Kepala BKN Zudan Arif Fakhrulloh dalam rapat bersama Komisi II DPR di Senayan, Jakarta Pusat, 22 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Optimalisasi merupakan kebijakan pemerintah agar tidak ada formasi yang kosong. Sehingga jika dalam satu posisi tidak ada yang melamar, maka kandidat bisa mengisi kekosongan meski tidak lolos sesuai target awal.
Berikut sederet fakta mengenai hampir dua ribuan CASN yang memilih mengundurkan diri usai lolos seleksi.
1. Lima alasan dominan
Zudan mengungkapkan, ada lima alasan terbanyak yang membuat 1.967 CASN terpilih mengundurkan diri. Pertama, karena domisili yang jauh dari posisi penempatan. Kedua, lantaran tidak ada izin dari keluarga.
Ketiga, sebagian pelamar juga mempertimbangkan kondisi kesehatan orang tua mereka. Alasan lain, kata Zidan, ada CASN yang memilih melanjutkan studi magister maupun doktoral.
"Kemudian, (ada juga) oleh instansinya dianggap mengundurkan diri," kata Zidan saat dikonfirmasi, Senin, 28 April 2025.
2. Dari Kemendikbudristek
Adapun CASN yang paling banyak mundur adalah mereka yang lolos di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Zudan mengungkapkan, jumlahnya mencapai 640 orang.
3. Evaluasi sistem rekrutmen
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan banyaknya kandidat terpilih yang mundur menunjukkan bahwa proses rekrutmen selama ini masih ada celah. Menurut dia, pemerintahan perlu mengevaluasi sistem rekrutmen CASN secara menyeluruh.
Puan menyebut, penyusunan formasi dan penempatan akhir harus direncanakan dengan matang dan strategis. "Kalau masih bertumpu pada cara-cara lama, jangan heran kalau generasi muda memilih mundur," kata Puan dalam keterangan tertulis, pada Sabtu, 26 April 2025.
Adil Al Hasan dan Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Efektifkah Amnesti dan Abolisi Prabowo Menghentikan Konflik Papua?