Bandung, CNN Indonesia --
Program pendidikan kedisiplinan di barak militer yang diusung Gubenur Jawa Barat Dedi Mulyadi, tidak hanya akan menyasar ke para pelajar saja. Dedi juga bakalan menyasar orang-orang dewasa yang juga bermasalah.
"Ini akan yang saya lakukan program untuk orang dewasa," kata Dedi di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (5/5).
Dedi menuturkan banyak permasalahan untuk kaum dewasa yang tidak dapat ditindak pidana. Misalnya mereka yang suka mabuk-mabukan, meninggalkan keluarga, atau yang kerap memicu kerusuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kerjanya mabuk saja atau misalnya bergeng-geng di jalanan. Nanti di jaring kemudian diserahkan ke Kodam III untuk di didik di Dodik ini," imbuhnya.
Menurutnya orang dewasa yang dimasukkan pada program ini akan diberikan pendidikan spesialis seperti pertanian, perikanan, serta proyek-proyek pembangunan di pemerintah Provinsi Jabar.
"Jadi nanti ada proyek-proyek provinsi, pembuatan jalan, irigasi, bangunan nih sekarang banyak bangunan sekolah. Mereka akan kita koordinasikan dengan para kontraktor untuk mereka menjadi karyawan," katanya.
Gajinya akan diserahkan ke keluarganya agar tidak disalahgunakan. Selain itu dalam pelaksanaannya akan ada pengawasan dari TNI.
Dedi Mulyadi saat ini sudah memulai program mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk mendapat program kedisiplinan. Mereka yang dikirim ke barak militer misalnya siswa yang kerap tawuran, membolos, atau yang suka bermain game hingga lupa waktu.
Kebijakan Dedi ini menimbulkan pro dan kontra.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menilai mengirim siswa nakal ke barak TNI tidak tepat. Komnas HAM menilai TNI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan civic education atau pendidikan kewarganegaraan terhadap siswa.
"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi-edukasi civic education. Mungkin perlu ditinjau kembali, rencana itu maksudnya apa," tutur Atnike saat ditemui wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5).
"Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur," kata Atnike.
Sementara Anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana menilai tak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara-cara militeristik. Menurut dia, rencana itu perlu dikaji lebih matang sebelum diimplementasikan.
"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," kata Bonnie dalam keterangannya, Rabu (30/4).
Menurut Bonnie, membangun karakter siswa bermasalah tak tepat dilakukan dengan cara militer. Menurut dia, perlu ada penanganan secara holistik dengan memahami kondisi lingkungan dan keluarga.
(sur/sur)