Jakarta, CNN Indonesia --
Brasil jadi sorotan dunia usai kepolisian menggelar razia besar-besaran geng narkoba Red Command di Rio de Janeiro secara brutal hingga menewaskan ratusan tersangka anggota kelompok itu.
Ratusan jenazah tersangka operasi penggerebekan oleh polisi itu bahkan berjejer di jalanan dua permukiman kumuh yang menjadi markas Red Command atau Commando Vermelho.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, 132 orang termasuk empat pasukan keamanan tewas selama razia berlangsung.
Warga yang dieksekusi secara brutal dituduh sebagai anggota atau partisan Komando Merah (Commando Vermelho). Tindakan ini menuai protes dari kerabat korban maupun aktivis.
Lalu, apa alasan Lula mengizinkan operasi penyerbuan geng narkoba yang berakhir brutal?
'Pertunjukkan' demi Pemilu?
Sebelum operasi razia berlangsung, lembaga survei Parana Pesquisas menyatakan hampir 50 persen warga Brasil menilai keamanan memburuk di bawah pemerintahan Lula.
Lula, di mata para oposisi, juga dianggap melindungi kelompok-kelompok kriminal/gangster yang juga merupakan pendukungnya.
Sementara itu, Brasil akan menghadapi pemilihan umum tahun depan.
Kemudian pada 30 Oktober, Lula memberi izin operasi penggerebekan itu demi keamanan warga.
"Kita butuh kerja sama yang terarah untuk memukul pusat perdagangan narkoba tanpa mengorbankan nyawa polisi, anak-anak, dan keluarga yang tak bersalah," kata Lula pada 30 Oktober di X.
Dia lalu berujar, "Kita tak boleh membiarkan kejahatan terorganisir menghancurkan keluarga, menindas warga, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan."
Namun, Lula mengaku terkejut dengan operasi yang dijalankan sebegitu mengerikan dan merenggut banyak korban jiwa.
Setelah operasi itu, warga ramai-ramai protes terhadap pemerintah. Mereka mengecam dan menuntut Gubernur Rio de Janeiro Claudio Castro mundur.
Sebab, penyerbuan polisi yang menyasar orang-orang terduga gangster berlangsung di bawah komando pemerintahan daerah.
Namun, Castro yang merupakan sekutu dekat eks Presiden Jair Bolsonaro, menyebut tindakan itu tepat untuk menetralisir geng narkoba.
"Kita tak punya pilihan selain menetralisir teroris narkoba," kata dia, dikutip The Guardian.
Dukungan terkait operasi itu juga muncul dari Gubernur Minas Gerais yang juga berhaluan kanan, Romeau Zema. Ia tak sepakat langkah ini dilabeli operasi yang mematikan.
"Menurut pendapat saya, operasi ini secara keliru disebut sebagai [operasi] paling mematikan, padahal seharusnya dianggap paling berhasil," ujar Zema.
Zema, Castro, dan Lula merupakan kandidat calon presiden dalam pemilihan umum tahun depan.
Jelang pemilu, isu keamanan jadi sorotan warga Brasil. Pensiunan polisi Ferraz memandang penggerebekan itu sebagai bagian dari perebutan kendali politik atas kota, demikian dikutip AP News.
Selama ini, kelompok sayap kanan termasuk Castro menyebut gangster di Brasil "teroris narkoba." Mereka juga ingin memberantas narkoba sebagaimana yang dilakukan pemerintahan Amerika Serikat Donald Trump.
Anggota parlemen konservatif juga menyerukan definisi gangster sebagai teroris. Namun, seruan itu ditolak pemerintahan Lula. Menurut mereka, kelompok di Brasil tak memenuhi syarat disebut teroris.
Masalah keamanan
Para pakar keamanan di Brasil mengatakan operasi memusnahkan terduga anggota gangster tak serta merta membuat Rio jadi wilayah yang aman.
Koordinator Pusat Studi Keamanan Publik dan Kewarganegaraan Rio, menyebut tindakan keras terhadap favela itu sebagai "aib internasional".
Ramos mengatakan ribuan laki-kali kulit hitam miskin dari daerah pinggiran ditembak mati sejak tahun 1980-an, dalam berbagai operasi polisi dengan tujuan membawa perdamaian abadi. Namun perdamaian tak kunjung terwujud.
"[Para gubernur Rio] tahu, dan kami tahu, bahwa [operasi] ini sama sekali tak akan mengubah apa pun, sedikit pun, terkait posisi Komando Merah di Rio atau di Brasil," ujar Ramos.
Dalam sebulan, lanjut dia, Komando Merah akan sama terorganisirnya, atau bahkan mungkin lebih terorganisir, daripada sebelumnya.
Pengamat kekerasan bersenjata Cecília Olliveira melontarkan kritik lebih tajam. Dia mengatakan operasi tersebut adalah langkah pemerintah "mengganti kebijakan dengan tontonan."
Sementara itu, lembaga yang fokus di isu hak asasi manusia Federasi Internasional untuk HAM menuntut pemerintahan Lula melakukan penyelidikan dan meminta pertanggung jawaban pihak-pihak yang terlibat.
Peristiwa-peristiwa mengerikan ini, lanjut lembaga itu, menyoroti rasialisasi dan diskriminasi struktural yang dialami sebagian besar penduduk di Rio.
Di Brasil, korban kekerasan sebagian besar adalah kaum muda kulit hitam yang tinggal di pinggiran kota. Ditambah lagi dengan polarisasi masyarakat Brasil, serta maraknya retorika sayap kanan yang memicu permusuhan terhadap populasi ini.
(isa/rds)

10 hours ago
1
















































