Alasan TPA Open Dumping Ditutup Pemerintah

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah lebih dari satu dekade molor, pemerintah akhirnya mengambil langkah tegas untuk menutup ratusan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang masih menerapkan sistem open dumping pada Maret 2025.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebut kebijakan ini sebagai koreksi atas kelambanan masa lalu dan bagian dari upaya membangun peradaban yang harmonis dengan lingkungan. “Sudah 13 tahun yang lalu sejak peraturan ini diberikan, kami belum ngapa-ngapain,” ujar Hanif dalam konferensi pers di kantor Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendali Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Jakarta, Senin, 10 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari 550 TPA yang dikelola pemerintah, sedikitnya 343 di antaranya masih menggunakan skema open dumping. Praktik yang seharusnya dihentikan sejak 2013 itu terus berlangsung, melanggar amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Kini, KLH/BPLH menerbitkan 37 surat keputusan yang mewajibkan penghentian pembuangan sampah terbuka dan menyiapkan penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan daerah.

Hanif mengatakan, jika kepala daerah tak segera berbenah sanksi tegas menanti. “Bila masih melanggar, maka kepada bupati atau wali kota kami dorong untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum,” kata dia.

Laporan terbaru KLH/BPLH mengungkap bahwa dari 56,63 juta ton timbulan sampah per tahun, hanya 39 persen yang berhasil dikelola secara benar. Sisanya, mencemari tanah, udara, dan air. Sekitar 12,3 juta ton sampah dibuang ke TPA open dumping, dan lebih dari 22 juta ton lainnya berakhir di sungai, dibakar, atau dibuang ilegal.

Ada beberapa alasan mengapa praktik open dumping menjadi sumber masalah lingkungan menurut KLH/BPLH. Hasil pengawasan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) pada Januari-Februari 2025, mayoritas TPA yang masih menerapkan metode ini berdampak buruk terhadap: 

  • Kualitas lingkungan: Limbah cair atau leachate yang tidak terkendali mencemari air tanah dan sungai, mengancam pasokan air bersih bagi masyarakat sekitar.
  • Udara dan iklim: Sampah yang membusuk menghasilkan gas metana yang berkontribusi besar terhadap efek rumah kaca, memperparah pemanasan global.
  • Kesehatan masyarakat: Paparan udara tercemar dan potensi penyakit akibat sampah memperburuk kualitas hidup warga sekitar.
  • Keseimbangan ekosistem: Tumpukan sampah mengancam habitat satwa liar dan menciptakan kawasan yang tidak layak huni.

KLH/BPLH menyiapkan sejumlah langkah transformatif untuk mengatasi permasalahan tersebut, dimulai dari penghapusan praktik open dumping dan digantikan dengan metode sanitary landfill atau controlled landfill yang lebih terkendali dan ramah lingkungan. “Perubahan ini bukan sekadar teknis, tetapi juga perubahan pola pikir dan budaya dalam mengelola sampah,” ujar Hanif seperti yang dikutip dari laman resmi KLH/BPLH.

Faiz Zaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mendorong Ekosistem Pendidikan Kreatif Berbasis AI

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |