Akademisi Kritisi Rancangan Koperasi Desa Merah Putih

8 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Universitas Koperasi Indonesia (IKOPIN University), Heira Hardiyanti, menilai program Koperasi Desa Merah Putih yang digagas pemerintah masih jauh dari cita-cita luhur koperasi. Ia menyoroti proses pendirian koperasi tersebut yang cenderung top-down dan tidak berasal dari kebutuhan masyarakat.

“Karena dari prosesnya saja menurut saya sudah tidak sehat, tidak bergerak sesuai degan jati diri, tidak bergerak dari bawah, bukan keinginan masyarakat yang ingin mendirikan koperasi, tapi justru pemerintah yang dalam tanda kutip mewajibkan semua desa harus ada satu koperasi,” kata Heira saat ditemui Tempo saat diskusi publik "Menguji Program Nasional Koperasi Merah Putih" di Universitas Parahyangan Bandung atau Unpar, pada Rabu, 21 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Heira menjelaskan ide Koperasi Desa Merah Putih merupakan sebuah inovasi untuk mengentaskan kemiskinan, namun ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian. Ia mengatakan inovasi Koperasi Merah Putih terlihat dari pembentukannya yang tidak berasal dari gerakan masyarakat, melainkan dari dorongan langsung pemerintah. Ia menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pendirian Koperasi Merah Putih seperti kebutuhan masyarakat dan proses panjang yang diperlukan.

“Jadi kalau misalnya memang masyarakat butuh dengan koperasi maka inovasi itu akan lahir, karena apa? Karena akan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kan inovasi itu lahir ketika ada kebutuhan. Jadi memang harus sesuai kebutuhan si anggota koperasinya,” ujar Heira.

Heira menegaskan perlu proses panjang untuk dapat mendidik masyarakat yang akan terlibat dalam Koperasi Desa Merah Putih ini. Menurutnya, dana yang akan digelontorkan sebesar Rp 3 miliiar setidaknya dapat digunakan untuk proses pendidikan para calon anggota hingga pengawas Koperasi Merah Putih di setiap desa.

“Menurut saya kenapa PR (pekerjaan rumah)-nya akan sangat banyak, karena pemerintah harus mendidik dulu, dan mendidik itu investasi sumber daya manusia. Bukan hari ini kita kasih duit Rp 3-5 miliar kemudian hasilnya bisa Rp 1 miliar, nggak bisa begitu, karena ada proses panjang. Kalaupun itu Rp 3 miliar, sebagian dari Rp 3 miliar itu yang dialokasikan untuk mendidik orang-orang koperasi,” kata dia.

Heira menyebutkan pemerintah bisa melakukan revitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) karena banyak di antara KUD yang memiliki potensi. Permasalahannya adalah masih ada beberapa KUD yang memiliki utang Kredit Usaha Tani (KUT), sementara penghapusan KUT sendiri masih belum jelas.

“Karena kalau KUD masih terdeteksi punya KUT, dia ga bisa bergerak sebenarnya, karena kan masih punya utang. Sementara, pelunasan atau penghapusan KUT kan belum jelas,” kata Heira.

Berkaca dari negara lain, Heira menyebut di Singapura model top-down ini pernah diterapkan. Namun, pemerintah di sana mampu memfasilitasi masyarakat salah satunya melalui pendidikan. 

 “Karena itu kebijakan, difasilitasi oleh pemerintah, tapi difasilitasi bukan berarti dia terus-terusan dikasih duit, engga, tapi bagaimana juga dia dididik. Maka di FairPrice itu menjadi salah satu koperasi, salah satu retail dari 300 koperasi terbesar di dunia,” ujar Heira.

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |