Ketua DPD Apresiasi Putusan MK Lindungi Hutan dan Masyarakat Adat

3 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin, memberikan apresiasi terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Judicial Review (JR) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), Kamis (16/10).

Permohonan tersebut diajukan oleh Sawit Watch terkait perubahan ketentuan dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang kemudian diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi UU Cipta Kerja.

Keputusan MK ini, menurut Sultan, memberikan perlindungan bagi masyarakat adat yang telah tinggal turun-temurun di kawasan hutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat Adat (indigenous people) merupakan entitas yang paling memahami pola dan cara melindungi biodiversity di kawasan hutan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/10).

Mantan aktivis KNPI itu melanjutkan, keputusan MK relevan dengan upaya DPD RI dan DPR bersama pemerintah yang sedang membahas Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat.

Ia menilai putusan tersebut memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat adat dari potensi kriminalisasi dengan alasan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Lebih lanjut, Sultan menekankan bahwa putusan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan hak penguasaan mutlak terhadap kawasan hutan, tetapi untuk memastikan negara memberikan rasa aman dan kesempatan bagi masyarakat adat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.

‎"Kami sangat berharap agar putusan MK yang baik ini juga turut membuka ruang akselerasi atas percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan UU Masyarakat Adat yang saat ini sedang kami kerjakan sebagai RUU Prioritas di DPD RI," tutur penulis buku Green Democracy ini.

Ia menambahkan, RUU Masyarakat Adat akan menjadi landasan hukum khusus yang mengatur pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat.

Menurutnya, kebijakan di tingkat undang-undang sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan budaya dan kehidupan sosial masyarakat adat di seluruh Indonesia.

Sebagai informasi, putusan MK Nomor 181/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (16/10) menyatakan bahwa masyarakat adat tidak diwajibkan memperoleh izin dari pemerintah sebelum membuka kebun di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut dilakukan untuk kebutuhan sendiri dan bukan untuk kepentingan komersial.

Melalui putusan ini, MK menyatakan bahwa Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai 'dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial'.

Putusan ini diharapkan menjadi dasar bagi peningkatan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat, sekaligus memperkuat komitmen negara dalam menjaga kelestarian hutan Indonesia.

(rir)

Read Entire Article
International | Entertainment | Lingkungan | Teknologi | Otomotif | Lingkungan | Kuliner |